Seorang ibu guru mengemukakan satu pertanyaan untuk seorang narasumber pada saat pelatihan menulis untuk guru. Pertanyaan sang ibu guru kurang lebih begini, "Sebagai guru, setiap hari dalam menjalankan tugas, banyak hal yang sebenarnya menarik dan layak untuk dituangkan dalam suatu tulisan. Namun ternyata, bagi saya itu sangatlah sulit. Bagaimana caranya saya bisa mudah untuk menulis?"

Sang narasumber yang ditanya ibu itu adalah Pak Dedi Dwitagama, Penerima Acer Guraru Award 2012. Suatu penghargaan yang diterima oleh guru-guru terpilih yang dinilai telah memanfaatkan teknologi dengan efektif dan kreatif. Guru yang menerima Guraru Award harus memiliki blog yang berisi konten-konten untuk pendidikan di Indonesia (lebih lengkap klik http://guraru.org). Pak Dedi sekarang menjabat sebagai Kepala Sekolah di SMKN 29 Jakarta. Meskipun begitu, beliau masih intens mengajar dan mendidik sebagai guru serta menuangkan dunia profesi guru ini dalam blognya.
Dedi
Narasumber, Pak Dedi Dwitagama
Pelatihan Menulis Untuk Guru itu sendiri merupakan prakarsa dari Pak Wijaya Kusumah (lebih terkenal dangan sebutan Omjay), Penerima Penghargaan Khusus Acer Guraru Award 2011 dan Guru Paling Ngeblog dari Kompasiana 2012. Acara ini diselenggarakan bertepatan dengan Hari Guru, Minggu 25 Nopember 2012, bertempat di Aula Wisma Universitas Negeri Jakarta Jalan Pemuda Rawamangun Jakarta Timur.


Ada beberapa tips dan trik yang diberikan Pak Dedi menjawab pertanyaan dari sang ibu guru. Mulai menulis kalimat dengan pola SPOK (Subjek Predikat Objek Keterangan). Menulis dengan satu atau dua alinea sudah cukup untuk mengawali. Semua orang tentu bisa, lebih-lebih bagi seorang guru. Apakah bagus atau tidak tulisan itu perkara lain, yang penting memberanikan diri untuk menulis. Kadangkala kita harus memaksakan diri untuk ini. Alternatif lain yang bisa dilakukan adalah dengan merekam kegiatan di sekolah dalam bentuk video dan mempostingnya di blog atau youtube. Durasi video tidak usah panjang-panjang, cukup dua atau tiga menit, Pak Dedi menjelaskan. Lebih lanjut, video ini bisa menjadi sumber tulisan kita.

Kasus seperti yang dialami oleh ibu guru di atas mungkin sering dialami oleh banyak orang, tidak kecuali para guru. Dimana banyak sebenarnya ide dan hal-hal menarik untuk dituliskan, tetapi lebih sering pula hilang begitu saja sebelum sempat menjadi tulisan. Sebenarnya itu kembali kepada diri pribadi guru, seberapa kuat motivasinya akan menghasilkan seberapa banyak karya tulisan. Omjay bisa kita jadikan contoh untuk hal ini. Dengan slogan "Menulislah terus setiap hari dan perhatikan apa yang terjadi", Omjay telah membuktikan bahwa motivasi telah membuatnya menghasilkan ribuan artikel di web pribadi http://www.wijayalabs.com atau di blog kompasiana http://www.kompasiana.com/wijayalabs. Bahkan beliau telah menghasilkan banyak buku dengan kegemaran menulis ini.

Di samping itu, kebiasaan membaca ternyata sangat berpengaruh pada kebiasaan menulis. Terdapat kecenderungan bahwa semakin banyak yang dibaca, akan semakin banyak pula tulisan yang dihasilkan. Walaupun untuk sebagian orang, hal ini kadang bisa jadi tidak berlaku.

Membaca biasanya selalu dikaitkan dengan buku atau berbagai tulisan, semisal di surat kabar, majalah, buletin dan sebagainya, baik online maupun ofline. Ini sudah pasti benar dan diterima secara umum. Tetapi bagi saya, membaca tidak terbatas pada hal itu. Bagi saya pribadi, proses membaca dapat dilakukan dengan mengamati berbagai peristiwa dan kejadian sehari-hari. Baik yang kita alami sendiri maupun yang dialami oleh orang lain. Ini bisa dilihat dari tulisan-tulisan saya di blog saya ini yang sebagian besar berlabel  pengalaman.

Dengan membaca, pengetahuan dan wawasan kita sebagai seorang guru akan bertambah dan meningkat. Dengan begitu, pekerjaan kita sebagai guru yang bertugas mengajar dan mendidik akan semakin berkembang dan tentu akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sedih rasanya melihat bahwa sebagian guru memberikan pengajaran dan bahan ajar yang itu-itu saja, bahkan sampai ke soal tetap itu juga. Dari tahun ke tahun tidak berubah-ubah, padahal dunia nyata sangat pesar perubahan dan perkembangannya. Bukan tidak mungkin pada diri guru yang seperti ini akan muncul kebosanan akibat rutinitas, tahun demi tahun. Kasihan anak bangsa yang dididik dan diajar oleh guru yang tidak up to date ini.

Sangat tepat apabila seorang Taufik Ismail menyebut bahwa rabun membaca akan lumpuh menulis. Generasi yang rabun membaca dan lumpuh menulis ini diindikasikan oleh Taufik Ismail sebagai penyebab amburadulnya Indonesia dewasa ini. Sebab boleh jadi mereka yang rabun dan lumpuh inilah yang sekarang memegang posisi penting dan menentukan arah negara ini, baik di pemerintahan maupun swasta.

Memang, membaca menulis merupakan hal yang tidak bisa lepas salah satunya. Keduanya senantiasa terkait. Saya merasakan itu, betapa dengan membaca, banyak ide yang hadir di kepala untuk dituliskan. Dengan membaca, saya juga mengetahui berbagai pemikiran dari sang penulis. Dengan tulisan yang berbeda, saya juga memahami berbagai gaya dan model penulisan yang beraneka ragam. Ini tentu saja memperkaya pengetahuan saya untuk menulis lebih baik lagi. Ada kepuasan tersendiri dengan tulisan yang kita hasilkan sendiri, bukan copy paste.


Dengan menulis, ilmu yang kita dapat dari membaca akan tersimpan (jika tidak bisa dibilang kekal). Sesuai dengan kata seorang Shahabat, Ilmu itu mudah lepas, maka ikatlah ia dengan menuliskannya. Bukan itu saja, ilmu itu akan memberikan manfaat bagi orang lain yang membacanya. Apalagi jika dipublikasikan melalui internet dengan sarana web, blog, facabook, twitter dan sebagainya. Orang-orang di seluruh dunia bisa saja tahu tentang tulisan kita. Sehingga tulisan kita akan semakin memberikan manfaat yang lebih banyak dan luas. Tidak salah Pak Ukim Komarudin menyampaikan juga pada acara yang sama (pelatihan menulis untuk guru) bahwa jika kita ingin mengetahui seluruh dunia maka membacalah, dan jika ingin dunia mengetahu kita, maka menulislah! Dan jangan lupa, untuk guru juga, ber-internetlah! Internet yang sehat tentunya!


8 Komentar:

  1. Islam meanjurkan kita untuk membaca, baik yg tersurat maupun yg tersirat. Saya sangat setuju "untuk bisa menulis harus banyak membaca". Adalah wajar jika dilihat minat membaca orang Indonesia rendah. Ini dapat dilihat dari indikator seberapa banyak orang dapat menulis. Apalagi bagi guru yg mengajar tentang teknologi; jika jarang membaca bisa berakibat guru tersebut jadi gaptek. Semoga tulisanmu menjadi inspirasi bagi pembaca untuk menjadi penulis.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih pak, semoga kita bersama2 bisa pak :)

      Hapus
  2. Goresan pena dan tok-tok kan keyboard akan mulus jika pemahaman kita mantap,pemahaman mantap jika banyak baca, bacalah, bacalah dengan naman Tuhan- mu

    BalasHapus
  3. Dear Mas Ridhwan,
    Dengan menulis sebenarnya yang kita sedang lepaskan adalah energi prositif kita sebagai pendidik.
    banyak melepas energi positif makin banyak manfaat untuk umat dan dunia pendidikan.

    keep writing Mas Ridhwan

    BalasHapus