Wacana soal pawang hujan di medsos ini akhirnya berkembang ke soal perbandingan "iman". 

"Kalau aktivitas pawang hujan dicela karena dianggap gak rasional dan scientific, memangnya agama kalian sendiri rasional dan scientific? Bukankah agama sendiri banyak diisi dengan konsep-konsep gaib dan supranatural? Kok kalian bisa percaya itu?" Kira-kira gitu arah pembicaraannya. 

Lalu muncul lah kalangan freethinker yang mencoba menunggangi situasi, "Sesuatu yang rasional dan scientific itu harus bisa dibuktikan secara empiris. Hal-hal yang gak bisa dibuktikan secara empiris, mau itu pawang hujan, mau itu agama, keduanya sama saja".
-----

Ini bahasannya panjang. Dua arah pembicaraan ini imo gak akan selesai hanya dengan retorika, "Agama itu ranahnya iman, jadi cukup dipercayai saja". 

Tapi intinya kira-kira gini:

1. Dalam agama, at least yang saya tahu di Islam, akal itu dikasih porsi peran yang sangat penting. Di Qur'an sendiri banyak sekali ayat yang nge-tease kita untuk berpikir, untuk memakai akal. Jadi fungsi akal di agama sama sekali gak diabaikan.

2. Dalam banyak hal, bukti empiris itu sangat penting, tapi dia bukan satu-satunya alat untuk menemukan kebenaran. Ada deduksi, induksi, penalaran, kaidah-kaidah logika untuk membangun kesimpulan dari informasi yang sifatnya memang terbatas atau belum bisa diobservasi. Banyak hal yang kita tahu jadi basis sains saat ini (teori relativitas, teori kuantum, keberadaan lubang hitam) digenerate awalnya dengan deduksi dan penalaran semacam ini. Buat temen-temen yang tertarik, bisa baca2 topik tentang empirisme vs rasionalisme.

3. Masuk akal atau tidak masuk akalnya sesuatu itu relatif. Kita gak bisa mengatakan sesuatu itu salah hanya karena gak masuk akal kita saat ini. Video call, teknologi yang biasa aja sekarang, bisa jadi adalah hal yang gak masuk akal 100 tahun lalu. Contoh lainnya adalah sulap. Gak masuk akal menurut kita, hingga kita tahu triknya. Jadi, masuk-tidak masuk akal, dan salah-benar itu adalah dua hal yang berbeda.

4. Gak semua hal bisa kita buktikan sendiri. Seskeptis-skeptisnya orang, akan ada titik di mana dia akhirnya akan percaya dengan sesuatu hal tanpa verifikasi. Dia anak siapa, misalnya, gak harus segala tes DNA. Dia punya organ yang normal, gak harus segala tubuhnya dibedah dulu. Bumi itu bulat, gak harus dia lihat sendiri bumi dari pesawat ulang alik. Dia makan daging di resto, gak harus dia pantengin dari awal di RPH untuk mastiin itu daging apa. Dsb. Kuncinya ada di konteks dan persepsi atas kredibilitas otoritas/pihak penyampai informasi.

5. Menyambung poin 4 di atas, konteks dan kredibilitas otoritas inilah yang jadi perbedaan paling krusial antara klenik dengan "dogma" agama. Seberapa mendalam konteks itu bisa dijelaskan, dan seberapa mampu kredibilitas otoritasnya itu diuji? Ketika dia bisa dijelaskan dan bisa diuji, maka statusnya naik menjadi dogma. Dan ketika sudah jadi dogma, orang-orang akan percaya tanpa merasa butuh verifikasi langsung. Seperti cara kerja brand. Kalau Apple udah launching produk baru, misalnya, ada semacam perasaan kalau kualitasnya gak akan mengecewakan. Atau kalau seorang dokter terkenal bicara tentang isi jurnal kesehatan, kita merasa gak perlu baca jurnal itu sendiri.

Lalu bagaimana cara kita memahami konteks dan menguji kredibilitas penyampai? Di Islam sendiri, ada yang namanya ilmu kalam. Ilmu ini dipakai untuk menilai, misalnya,mana "dogma" yang berasal dari wahyu, dan mana yang bukan. Dan kenapa kita bisa yakin itu merupakan wahyu. Lalu mana konsep yang kedudukannya penafsiran, dan mana yang teks. Mana yang berfungsi sebagai syariat, dan mana yang sekedar afirmasi budaya. Dst. 

Adapun terkait dengan kredibilitas otoritas, Islam juga punya metodologi verifikasi periwayatan, yang fungsinya untuk memetakan spektrum informasi mana yang sekedar dibuat-buat dan mana yang otentik berasal dari Nabi.  
------

Di sini intinya saya mau mengatakan bahwa agama itu sebenernya nggak sedogmatis dan se-takhayul yang disangka oleh para freethinker. Ketika kita mendapat wacana yang menentangkan sains dengan agama, atau memasangkan agama dengan hal-hal klenik, yakinlah bahwa kita sudah punya khazanah yang cukup luas untuk dieksplore. Bahwa bagi para agamawan, "serangan" konsep ateisme itu bukan barang baru.

Wallohua'lam
Sumber: https://www.facebook.com/100000234745251/posts/7474154982602252/

0 Komentar:

Posting Komentar