Dlm ajaran Islam, Hukum Penamaan adalah hal yang penting. Stiap laki2 atau perempuan hnya diperbolehkan menambahkan “nama ayahnya” di belakang nama dirinya dan mengharamkan menambahkan nama lelaki lain selain ayahnya di belakang namanya, meskipun nama tersebut adalah nama suaminya.

Hadist shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yg mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yg bukan walinya, maka baginya laknat ALLAH, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, ALLAH tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah”
(HRMuslim 3327 dan Tirmidzi 2127, Ahmad 616 dari hadits Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu anhu).

Dlm riwayat yg lain:
“Barangsiapa bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya.”
(HR.Bukhori dalam al-Maghozi bab : Ghozwatuth Tho`if (3982), Muslim dalam “al-Iman” (220), Abu Dawud dalam “al-Adab”)

Hadist yg jg mendukung hal ini:
Artinya: tidaklah seseorang mendakwakan kepada selain ayahnya sedangkan dia mengetahuinya kecuali dia telah kafir, barangsiapa yang mendakwakan kepada suatu kaum sedangkan dia tidak memiliki nasab dari mereka, maka hendaklah dia memesan tempatnya dalam neraka (Bukhari – 3508)

Tidak kita temukan dalam sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan bahwa istri dinisbatkan kepada suaminya, karena para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Dan istri para sahabat rodiallahu anhum tdk ada yg menisbatkan nama suaminya di belakang nama suaminya.

Alloh ta’ala berfirman:
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak2 mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah.” [QS al-Ahzab: 5]

Sungguh tlah datang ancaman yg keras bagi org yg menisbatkan kpd slain ayahnya. Jadi tdk boleh seorang wanita menisbatkan dirinya kpd suaminya sebagaimana adat yg berlaku.

Sumber milist: Tahajud.

Gimana komentar rekan semua?

2 Komentar:

  1. Ass.wr.wb.

    Al-Quran tidak ada menyebut langsung pelarangan tersebut.
    Al-Hadis juga tidak ada menyebut langsung pelarangan tersebut yang dimaksud. Adapun ayat Al-Quran dan Hadis yang diutarakan diatas pun tidak menyebutkan langsung pelarangan tersebut. Apakah fatwa-fatwa yg dikutip secara terus menerus diatas itu bisa dipertangungjawabkan. Adapun kita umat Islam, cukuplah kita berpegang teguh apa yang ada di Al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW yang tertulis secara terang-terangan. Adalah sesuatu yg beresiko tinggi jika sesuatu yg belum jelas ini, selalu dikutip dari situs yg satu ke situs yg lainnya, dari artikel yg satu ke artikel lainnya dan ternyata cuma satu sumber yg blm tentu benar adanya. Apabila anda semua merasa ragu akan hal ini dan beranggapan penting. Ada baiknya layangkan surat ke Majelis Ulama Indonesia yg membahas dan memberi jalan keluarnya. Adapun Ulama besar jebolan pesantren tebu ireng, tokoh negeri ini, cendikiawan muslim, presiden ke-4 negeri ini, melanglang buana menuntut ilmu ke Mesir dan Baghdad namun tentunya akan kita dapati tulisan di koran-koran dan website tertulis Sinta Nuriya Wahid. Belum pernah terdengar berita Beliau melarang istrinya menggunakan nama “wahid” dibelakang nama istri beliau. Andaikan Abdurrahman Wahid, tokoh muslim negeri ini masih hidup, tentu beliau akan berkata “ITU AJA KOK REPOT!”

    Wss.wr.wb

    BalasHapus
  2. Terimakasih komentarnya mas, mba.... (mas apa mba sih????) tolong ntar kasih nama ya bila komentar ... (^_^)v..

    karena sifatnya Zhan lebih baik serahkan pada diri masing-masing deh... nggak perlu pake surat ke MUI segala. gitu aja kok repot

    BalasHapus