M200

Kamera mirrorless ini tergolong masih entry level alias kamera murah meriah. Harganya sekitaran 6,5 juta.

Saya beli tiga biji bukan karena sok kaya, tapi memang kebutuhan utama untuk studio Rumah Fiqh Indonesia.

Sebelumnya masih pakai kamera DSLR jadul. Saking jadulnya semua rusak. Maklum ya belinya saja dulu banget sudah secondhand.  

Mau beli baru yang semerek dan setipe nampaknya sudah tidak lagi diproduksi. 

Lagian teknologi kamera berkembang pesat sekali. Untuk hari ini nampaknya penggunaan mirrorless untuk video streaming nampaknya sulit dihindari dan mutlak harus pakai. 

Tinggal pilih yang mana, mau beli yang harganya 30 juta sebiji cuma dapat body doang, plus lensanya belasan juta, atau mau beli yang kelas ekonomi. 

Pilihan saya tentu ambil yang harganya terjangkau tapi kualitasnya masih lumayan. Lumayan sudah pakai mirrorless ketimbang pakai webcam.

Kalau webcam itu kitacuma bisa istighfar terus, bahkan meski webcam kelas termahal sekalipun.

M200 ini buat saya paling cocok bukan karena semata harganya yang bersahabat, tapi fasilitas yang ditawarkan pun sesuai dengan kebutuhan saya.

Saya pakai buat video streaming dengan durasi setidaknya dua jam lebih untuk satu episode. Pemakaian sehari dua episode.

Jadi secara teknis kamera ini sudah tidak lagi pakai baterai bawaannya,melainkan pakai baterai dummy. Untungnya dummy baterainya tersedia.

Meski digunakan sebagai kamera video berjam-jam, mirrorless satu ini asyik punya. Dipakai lama ternyata tidak panas. 

Padahal DSLR jadul itu kalau sudah 30 menit pemakaian, otomatis mati sendiri. 

Sebenarnya kamera ini tidak benar-benar saya gunakan untuk merekam video. Gambar yang ditangkap oleh tiga kamera ini langsung disalurkan lewat kabel HDMI ke komputer.

Di komputer gambar dari 3 source kamera mirrorless kemudian ditangani dan dimixing lewat vMix berbayar. Buat saya pakai software vMix berbayar 5 jutaan itu masuk akal sekali. 

Sebab kalau mixer betulan sebagai hardware atau mesin mixer harganya puluhan bahkan ratusan juta. 

Kalau pun ada kelemahannya, satu yang agak fatal yaitu tidak ada colokan mic input. 

Tapi buat saya itu idak jadi soal. Sebab audio memang tidak masuk lewat camera. Toh pengambilan gambar selalunya di dalam studio. 

Karena tongkrongannya yang mungil maka kamera ini juga ringan sekali. Saya bahkan tidak perlu beli tripod gede untuk menyangganya. Cukup pakai tongsis berkaki sudah bisa eksis.

Ada juga sih pesaingnya yang ikut berkompetisi di ceruk sempit ini, ada Sony dan Fuji. Masalahnya saya sudah terlanjur beli satu, terus begitu kebutuhannya tiga kamera,ya beli dengan merek dan tipe yang sama persis. 

Tujuannya biar tidak ribet urusan penyesuaian karakter lagi. Kuncinya sederhana, tiga kamera harus satu merek dan satu tipe. Beda merek itu namnya cari kerjaan, dan beda tipe itu namanya kurang kerjaan. 

Tiga kamera inilah yang setiap hari, tiap bakda Shubuh dan bakda isya jadi modal Sekolah Fiqih Live untuk dibroadcast, live di zoom, FB dan YouTube.

Sumber: https://www.facebook.com/100000219936471/posts/5250815721602374/

0 Komentar:

Posting Komentar