Dia gadis. Ahli ibadah. Cantik parasnya. Bagus qiraahnya. Hampir tiada cela. Tapi dia berjenggot.
Jenggotnya rapi. Dirawat dengan baik. Tertata. Dan tidak lebih dari segenggaman. Ibadahnya menembus langit. Bermadzhab Syafii. Tapi tidak bercadar sebagaimana aturan berpakaian mengikuti ketentuan aurat wanita imam Syafii yang ternyata paling ketat diantara 4 madzhab yang lain. Semua orang kagum sekaligus heran kepadanya. Alangkah indah dan cantiknya hai gadis ahli ibadah. Sayangnya kenapa engkau berjenggot.

Banyak ikhwan tertarik kepadanya. Pengin memperistri. Tapi menjadi berlari terbirit ketika melihatnya berjenggot. Kalangan Salafy berusaha mencari dalil tentang jemggot untuk wanita. Kalangan kedokteran berusaha memgeluarkan teori kenapa kok jenggot muncul di dagu seorang wanita. Cantik lagi. Ada apa gerangan? Sementara dari kalangan madzhab Syafii yang masih keukeuh memegang madzhab imam Syafii heran kenapa ahlul ibadah sehebat itu kok tidak bercadar. Ada apa? Tapi sang gadis tidak pernah menjawab jika ditanya kecuali hanya tersenyum.
Setiap hari dia hilir mudik, kabarnya dia berjualan kue di pasar. Bacaan quran nya bagus. Dan selalu menjaga adab. Sungguh perpaduan yang luar biasa. Benar benar wanita sempurna. Par ihwan tak habis pikir. Ah seandainya dia tidak berjenggot. Apalagi jika dia bercadar. Tentu engkau sudah diperistri oleh salah seorang ustadz shaleh yang sejak dulu mengincarmu. Tapi jenggotmu itu..... Tapi wajah cantikmu yang tak kau tutupi cadar itu? Apakah engkau mengkhianati madzhab imam Syafii yang selalu engkau katakan. Diantara sholat subuhmu yang berqunut dan pakaian hitam panjangmu yang menjuntai menyapu bumi.
Apa yang terjadi pada dirimu? Demikian pembicaraan imaginer antara saya dengannya ketika berpapasan dengan gadis berjenggot itu.
Tidak ada yang istimewa. Jawabnya.
Kenapa engkau berjenggot tapi tidak bercadar? Bukankah engkau ahlussunnah?
Sebegitu pentingkah jenggot dan cadar? Dia berkata.
Ya.... Pastilah. Memang iman itu di dalam hati. Tapi melakukan sesuatu sebagai ungkapan cinta kepada kanjeng nabi itu perlu. Jawabku.
Belum saatnya aku bicara. Jawabnya.
Dan hari hari pun berlalu. Walaupun heran orang orang semakin terbiasa dengannya. Dengan gadis berjenggot ini.
Saya akan bicara dan saatnya engkau tahu. Agar semua pada tahu. Tiba-tiba gadis itu menyapaku ketika beberapa saat lamanya saya tidak lagi bertemu dia.
Saya berjenggot karena kesedihan. Katanya datar.
Saya tidak bercadar juga karena kesedihan. Air mata menitik dari sudut matanya yang cekung. 

Mungkin kelamaan tahadjud.
Kalian bertengkar masalah jenggot dan cadar. Kalian habiskan waktu, bergiga giga data untuk saling serang. Sementara jenggot dan cadar adalah sesuatu yang haq. Walaupun mungkin terjadi khilafiyah dan bukanlah suatu yang fardhu, tapi melakukan ini karena mahabah. Rasa cinta. Pada Rasulullah dan para sahabat yang berjenggot. Pada ummul mukminin yang bercadar bukan karena budaya tapi karena taatnya kepada Allah. Apalagi secara tegas imam Syafii sudah menuliskan tentang aurat wanita. Seandainya pun tidak suka atau tidak mampu, cukuplah dalam hati sambil banyak beristighfar. Ataupun karena takut jenggotmu "njebrik" karena memang takdir Allah seperti itu, maka janganlah saling bertengkar dan berbantah masalah furu' seperti ini. Lihatlah orang yang belum sholat di sebelahmu. Lihatlah muslim di Tolikara yang berusaha keras untuk sholat Idhul Adha tanpa gamgguan. Lihatlah bahaya yang lebih besar daripada kalian saling serang. Dia berkata dingin dan datar.
Sampai kapan kau akan tetap berjenggot, wahai gadis yang mulia?
Kaulah yang menjawabnya. Bukan aku. Karena saya yang seharusnya bercadar tidak melakukannya takut membuat sakit hati saudara muslimku. Dan saya terpaksa berjenggot karena kalau engkau yang berjenggot tentu menimbulkan rasa tidak suka pada kelompok yang lain. Biarlah saya tidak terkenal. Biarlah saya aneh. Asal kalian tidak lagi saling menghujat dan mendudukkan kembali semuanya sesuai tuntunan sunnah dan rasulNya.
Gadis itu tiba tiba memudar. Bersama runtuhnya bunga Sakura yang tiba tiba melingkupinya. Dan terputuslah pembicaraan kami.
Saya sudah tidak lagi menerima berita dari gadis itu. Gadis muslimah akhwat berjenggot yang tidak bercadar itu. Kabarnya dia sudah pergi. Ada yang mengatakan sekarang dia tak lagi berjenggot. Dan berpurdah dengan sempurna dengan sebelah matanya saja yang terbuka sebagaimana ajaran Madzhab imam Syafii. Kabarnya dia telah menikah dengan seorang ustadz yang tetap berjenggot walaupun jenggotnya tidak sebagus punyanya orang Arab. Karena sesungguhnya itu adalah mahabbah. Rasa cinta. Rasa rindu kepada Rasulullah para sahabat dan keluarganya.
Toyohashi, 19 September 2015
Sebuah Cerpen Imaginer

Disalin dari status facebook Abu Furqon Witono

cerpen jenggot wanita

0 Komentar:

Posting Komentar