Belum pukul 8 wita, saya sudah ada di Banjarmasin. Hari ini ini rabu tanggal 27 Agustus 2014, terpaksa saya izin untuk tidak masuk kerja sebagai guru di SMA Negeri 2 Kandangan. Inilah kali pertama saya izin tidak masuk kerja di tempat tugas yang baru, belum satu bulan lagi saya menjadi guru di sini. Saya terpaksa ke Banjarmasin hari ini untuk menghadiri sidang tilang di Pengadilan Negeri Banjarmasin. Terpaksa berangkat dari Kandangan sebelum sholat shubuh.

Ceritanya sekitar 11 hari yang lalu, tepatnya tanggal 16 Agustus 2014 saya tertangkap basah melanggar lampu merah di pertigaan dekat Duta Mall kalau tidak salah, di sekitar pal 3-an Banjarmasin. Lampu merah nya sendiri pun saya tidak lihat. Memang kala itu siang hari mendekati waktu adzan zuhur, saya mengendarai sepeda motor dengan kecepatan lumayan. Tujuan saya kala itu ke toko buku dan shalat zuhur berjamaah di masjid mana belum tahu, sepulang acara pelatihan penulisan karya tulis ilmiah untuk guru tingkat provinsi.

Saya tersadar saat di tengah pertigaan, melihat beberapa pengendara sepeda motor yang semula berhenti di lampu merah mulai jalan lagi hendak memotong jalan dimana saya berada. Saya tersadar bahwa saya sudah melewati rambu lampu merah. Tetapi sungguh, saya tadi tidak melihat ada lampu merah menyala di jalur saya. Saya terjebak  di tengah jalan, di tengah pertigaan. Di belakang pengendara yang lain berhenti karena melihat lampu merah, Di depan sebentar lagi akan melintas banyak kendaraan memotong jalan saya karena lampu merah telah berganti hijau. Sekelebat saya pun tancap gas terus saja, sebab saya perkirakan tidak akan terjadi tabrakan antara saya dengan pengendara yg mulai berjalan akibat lampu hijau itu. Dan kalau pun saya diam saja tadi, saya takut tetap dianggap melanggar lampu merah.

Dalam hati juga khawatir kalau-kalau terlihat oleh polisi. Dan benar saja, tak lama di sebelah kiri jalan, tepatnya di belakang pos polisi, terdengar peluit sesosok polantas ke arah saya diiringi isyarat agar saya berhenti dan menepi. Terjadi beberapa dialog dengan polantas itu, sambil menunggu antrian untuk masuk ke pos jaga para polantas. Saya lihat sekilas di dalam pos, dua orang perempuan muda dihadapkan pada beberapa polantas. Menurut petugas yang berdialog dengan saya, mereka juga melanggar lampu merah. Saya lihat sekilas sepertinya mereka mengeluarkan uang untuk diserahkan pada polantas. Tidak lama mereka pun keluar dan tibalah giliran saya masuk pos.

Di dalam pos, saya diperlihatkan pasal pelanggaran saya, yaitu melanggar apil (TL - Traffic light), Melanggar aturan Perintah atau larangan yang dinyatakan dgn alat pemberi isyarat Lalu Lintas, dendanya sebesar Rp. 500.000. Kembali terjadi beberapa dialog antara saya dengan sang polantas. Akhirnya saya menerima konsekuensi dari pelanggaran saya. Saya disuruh tandatangan di surat tilang. Saya dituntut untuk sidang tilang pada tanggal 27 Agustus 2014 di Pengadilan Negeri Banjarmasin. Setelah membaca surat tilang itu sebantar, saya pun tanda tangan. Di atas tandatangan itu, saya berikan tanda ceklist di kotak ceklist yang berbunyi : Saya akan hadir sendiri di sidang pengadilan. Selanjutnya STNK ditahan, dan sebagai pengganti STNK, saya diberi satu lembar surat tilang. Surat tilang warna merah saya ambil. Sebenarnya saya dipersilakan apakah mau membawa yang warna merah atau biru. Sebelum saya keluar, polantas sempat berpesan untuk menyiapkan uang Rp. 250.000 untuk sidang tilang itu.

tilang melanggar lampu merah


Tiba di Pengadilan Negeri Banjarmasin pagi ini, tampak beberapa pegawai baru datang. Saya bertanya pada seorang pegawai dimana sidang tilang. Saya dibawa ke ruang tindak pidana dilayani seorang bapak yang tidak terlalu tua. Saya diminta menyerahkan surat tilang yang saya bawa untuk dicarikan STNK milik saya. Saya dan satu orang lelaki yang juga dijadwal sidang tilang tanggal hari ini ditawari apakah mau mengambil STNK itu langsung. Lelaki yang bareng saya itu ditilang karena tidak bawa sim dan STNK, ketahuannya karena dia tidak bawa helm saat mengantar anaknya pergi sekolah dekat rumah saja katanya.

Bapak di ruang tindak pidana itu menawarkan kami bisa mengambil STNK dengan denda untuk saya Rp. 150.000 dan teman saya Rp. 200.000. Selanjutnya permintaan diturunkan menjadi Rp. 100.000 untuk saya dan Rp. 150.000 untuk teman saya. Untunglah teman saya tidak mau menyerahkan denda itu. Ia berinisiatif untuk tetap mengikuri persidangan tilang walau harus menunggu. Saya pun akhirnya mengikuti keputusan ia, hitung-hitung sebagai tambahan pengalaman. Dikhawatirkan juga jika bayar denda tanpa persidangan, uang yang kami serahkan akan masuk kantong sang pegawai dan tidak masuk ke negara. Sebenarnya berapa denda tilang melanggar rambu-rambu lampu merah di jalan raya setelah sidang?

Akhirnya setelah cukup lama menunggu, sekitar pukul 10 WITA, sidang tilang pun dilangsungkan. Sebagai terdakwa pertama yang dihadapkan pada Hakim adalah saya. Alhamdulillah, setelah sidang tilang, diputuskan saya yang mengakui melanggar lampu merah harus membayar denda sebesar Rp. 50.000 ditambah biaya sidang Rp. 1000, sehingga total yang harus saya bayarkan Rp. 51.000. Adapun barang sitaan polantas yaitu STNK saya, dikembalikan pada saya. Sidangnya sebentar saja, mungkin hanya sekitar 5 menit.

Begitu juga teman saya tadi, yang pelanggarannya "hanya" tidak membawa SIM dan STNK saat berkendara, sama Rp. 51.000 yang harus dibayarnya setelah diputuskan hakim.

Sidang tilang karena tidak bawa SIM dan STNK
Sidang tilang teman karena tidak bawa SIM dan STNK

Alhamdulillah tambah pengalaman ikut sidang tilang di Pengadilan Negeri, dan insya Allah uang dendanya juga masuk negara, bukan masuk kantong polantas atau masuk kantong pegawai pengadilan negeri.


0 Komentar:

Posting Komentar