Pada masa yang telah lalu, seorang mahasiswa untuk pertama kali merasa kesulitan menghubungi sang dosen pembimbing. Mahasiswa ini baru mendapat dosen pembimbing untuk menyelesaikan tugas akhir study-nya di universitas negeri. Selama dia kuliah, sang dosen sama sekali belum pernah mengajarnya di kelas. Sehingga tidak pernah tau yang mana orangnya. Mahasiswa ini diberi nomor telpon genggam milik sang dosen, beserta sebuah surat penunjukkan bimbingan dari Kantor Program Studi.

Si mahasiswa ini berusaha memanggil nomor sang dosen. Terdengar dari seberang ada sahutan. Namun ketika ditanya, jawabannya adalah dia bukan sang dosen yang dimaksud. Beberapa kali ia mencoba, jawabannya tetap sama. Perasaan nomor yang di-"dial" sudah sesuai dengan yang diberikan program studi. Si mahasiswa menjadi bingung.

Untunglah beberapa hari kemudian dia mencari langsung sang dosen di Fakultas. Dan ketemu. Ternyata nomor yang beberapa kali dia bel itu, memang nomor sang dosen. Dari pembicaraan santai pada pertemuan pertama itu, diketahui bahwa sang dosen memang mempunyai prinsip tidak mau menerima panggilan telpon dari nomor yang sama sekali baru!

Fenomena orang seperti sang dosen kadangkala masih kita temui di zaman sekarang. Lebih-lebih untuk orang yang sibuk, apalagi yang super sibuk. Orang-orang ini hanya menerima telpon jika yang muncul di layar hp nya ada namanya.Dan tentu itu pasti orang yang dikenal. Tidak sembarangan.

Mungkin prinsip sang dosen di atas adalah sah-sah saja. Setiap orang punya prinsip hidup masing-masing. Dan ini tidak bisa dipaksakan untuk satu ke orang yang lain. Walau begitu, prinsip yang seperti itu juga tidak benar 100%. Karenanya saya tidak memberlakukan itu bagi diri saya.

Selama memiliki telpon genggam, entah sudah berapa banyak saya menerima telpon dari nomor baru, tidak ada namanya di layar hp. Orang yang iseng atau punya niat jahat sedikit sekali pernah menelpon, bisa dihitung dengan jari. Selebihnya berasal dari orang-orang yang sangat saya kenal dan keluarga sendiri.

Pernah suatu ketika pas upacara bendera senin pagi di sekolah, saya jadi pembina upacara. Hp di kantong saya silent-kan, sehingga tidak bunyi jika ada panggilan. Selesai upacara, ternyata ada beberapa panggilan tak terjawab, nomor baru. Karena tidak kenal, saya tidak terlalu peduli. Beberapa jam kemudian ada saudara sepupu menghubungi mengabarkan bahwa ayah dan ibu saya kecelakaan. Dan rupanya nomor yang tidak dikenal tadi adalah nomor orang kampung tempat kecelakaan ayah saya. Ayah saya memang memang tidak paham menggunakan hp, jadi sering tidak bawah hp. Nah, pas kejadian itu yang dipunya hanya nomor saya yang dicatat beliau. Sehingga terpaksa minta bantuan orang untuk menghubungi saya. [Jadi sedih jika mengingat kejadian ini...]

Beberapa waktu yang lalu, saya juga menerima beberapa panggilan dengan nomor baru. Ternyata berasal dari teman-teman saya yang lama tidak ketemu. Rupanya nomor saya sejak kuliah dulu masih disimpan nya hingga sekarang. Beruntung saya tidak ganti nomor sejak kuliah, jadi teman-teman lama bahkan dosen waktu dulu masih bisa menghubungi saya.

Dari pengalaman lah kita banyak mendapat pelajaran berharga dalam hidup ini. Kata mutiara "pengalaman adalah guru yang terbaik" bukan tanpa alasan. OK!

0 Komentar:

Posting Komentar