Siang Jumat kemaren, saya berada di stasiun kereta rel listrik (KRL) Depok Baru. Perjalanan sejak pagi dari Jakarta ke Depok lalu ke SMA Negeri 6 Depok di daerah Limo cukup melelahkan. Saatnya kembali ke Jakarta, setelah tadi sempat mampir ke Mapolsekta Depok lalu sholat Jumat di Masjid Balaikota Depok.
Ada yang menarik di sudut stasiun ini. Sebuah poster menempul di dinding biru stasiun ini. Ukurannya kurang lebih seluas muka wajah orang dewasa. Tertulis jelas kalimat "Terima kasih. Anda Tidak Merokok di lingkungan stasiun dan di dalam kereta api."
Dalam benak saya terlintas, bahwa ini bisa jadi merupakan bukti keramahan bangsa Indonesia. Jadi untuk perkara yang terlarang saja, masih menggunakan ucapan terima kasih. Tidak ada kata tegas melarang ataupun ancaman denda pada si pelaku. Akibatnya beberapa orang dengan seenaknya mengisap rokok di tempat umum ini. Atau mereka memang tidak melihat poster itu dari jarak beberapa meter, sebab ukurannya yang tidak besar. Bisa jadi.
Poster larangan merokok yang kecil |
Orang merokok bebas di stasiun |
Dalam benak paling dalam, terpikir juga bahwa hal itu merupakan wujud ketidaktegasan pemerintah dalam kampanye anti rokok. Berbeda dengan negara lain di dunia, Singapura misalnya. Kita bisa membandingkan peringatan bahaya merokok pada bungkus rokok yang dijual di Indonesia dengan yang ada di Singapura, seperti terlihat pada gambar berikut:
Peringatan bahaya rokok di Indonesia |
Peringatan bahaya rokok di Singapura |
Tentu bukan mengenai masalah rokok ini saja Indonesia terlihat tidak tegas untuk hal-hal yang terlarang. Kita tentu tahu bagaimana seorang pelacur tidak lagi disebut pelacur, tapi disebut dengan Wanita Tuna Susila (WTS). Kata penjara juga diganti dengan Lembaga Pemasyarakatan (LP). Kata-kata penyebutan tentu akan mempengaruhi pada sikap orang. Sebagian tidak malu disebut sebagai WTS atau tidak malu masuk LP. Hmm...
0 Komentar:
Posting Komentar