Kata seorang teman, kebersamaan itu mahal dan tidak ternilai harganya. Itulah mungkin yang kini sedang ku rasakan. Sungguh bahagia dan senang rasanya bisa menikmati kebersamaan kembali dengan orang-orang yang dicintai, istri dan putriku yang kini lagi lucu-lucunya (±  3,5 tahun).  Alhamdulillah karenanya, beberapa hari yang lalu, walau tanggal sudah tua, uang di kantong pas-pasan buat ongkos hidup jatah akhir bulan desember ini, ku beranikan beli tiket lion air Jakarta - Banjarmasin.  


Gambar Masjid Padang Luas Kurau

Yang terpikir saat itu cuma cukup untuk pergi nya saja, pulang nya nanti lah dipikir.  Tiba di Soetta, uang di dompet sudah tidak cukup lagi buat bayar airport tax. Beruntung masih ada saldo sisa pembelian tiket online, cukup untuk bayar pajak airport di Soetta yang terbilang lebih mahal daripada di Banjarmasin. Di benakku sudah ingin cepat ketemu buah hati. Pilihan yang paling cepat adalah naik ojek, tapi tentunya ongkosnya akan lebih mahal. Jika ingin lebih murah kurang dari separoh harga, konsekuensinya adalah makan waktu berjam-jam dengan gonta-ganti ojek, angkutan umum, hingga ojek lagi.  Opsi pertama lah yang pilih. Di tengah jalan beli oleh-oleh buah durian ala kadarnya, akibatnya uangku sudah nggak cukup lagi untuk bayar ojek. So.. Bayarnya setelah sampai di rumah dengan 'minjam' uang istri. Syukurlah, tidak ada raut kecewa di wajahnya, yang ada hanyalah kegembiraan dan kebahagiaan. Demikian pula dengan si kecil... Melompat-lompat kegirangan..

Betul kata orang, dimana ada kemauan disana ada jalan.. Dan dibalik kesusahan itu pasti ada kemudahan... Kebersamaan memang tidak ternilai harganya.

Saat malam begini , bukan hanya malam Jumat lo.. Sebelum bercengkrama menghabiskan malam dengan kekasih yang halal, baiknya menyempatkan menyampaikan kisah-kisah pelajaran untuk anak-anak kita.  Menurut penelitian dari Jerman, pada saat tidur, otak anak terus bekerja memproses pengetahuan yang ia dapatkan sebelumnya. Sehingga saat anak bangun, kisah-kisah itu akan memberikan kesan positif pada dirinya. Semoga dengan kisah yang benar dan penuh hikmah kebaikan itu akan membawa manfaat yang besar bagi kehidupannya kelak setelah dewasa.

Malam ini, kisah yang ku sampaikan adalah tentang Pemimpin yang mementingkan rakyatnya. Kisah tentang Khalifah Umar bin Abdul Aziz.. Kisah ini terdapat di buku 40 kisah yang ku belikan sebagai oleh-oleh bagi putriku. Karena ku rasa bagus untuk kita juga, maka ku sempatkan menuliskannya kembali di catatan ini seperti berikut ini..

Pada suatu hari datanglah seorang utusan dari salah satu daerah kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Utusan itu sampai di depan pintu rumah Umar ketika sudah malam hari. Setelah mengetuk pintu, seorang pembantu menyambutnya. Dan setelah diberitahukan kepada Umar, Umar pun duduk dan berkata, "Ijinkan dia masuk".

Utusan itu masuk, dan Umar memerintahkan untuk menyalakan lilin yang besar. Umar bertanya kepada utusan tersebut tentang keadaan penduduk kota, dan kaum muslimin di sana, bagaimana perilaku gubernurnya, bagaimana harga-harga, bagaimana dengan anak-anak, orang-orang muhajirin dan Anshar, para ibnu sabil dan orang-orang miskin. Apakah hak mereka sudah ditunaikan? Apakah ada yang mengadukan?

Utusan itu pun menyampaikan segala yang diketahuinya tentang kota kepada Umar bin Abdul Aziz. Tak ada sesuatu pun yang disembunyikannya.

Semua pertanyaan Umar dijawab lengkap oleh utusan itu. Ketika semua pertanyaan Umar telah selesai dijawab semua, utusan itu balik bertanya kepada Umar, "Ya Amirul Mukminin, bagaimana keadaan dirimu dan badanmu? Bagaimana keluargamu, seluruh pekerja dan orang-orang yang menjadi tanggungjawabmu?"

Umar pun dengan serta merta meniup lilin tersebut dan berkata, "Wahai pelayan, nyalakan lampunya !" Lalu dinyalakanlah sebuah lampu kecil yang hampir-hampir tidak bisa menerangi ruangan karena cahayanya yang teramat kecil.

Umar melanjutkan perkataannya, "Sekarang bertanyalah apa yang kamu inginkan. " Utusan itu bertanya tentang keadaan dirinya, anak-anaknya, istri dan keluarganya.

Rupanya utusan itu sangat tertarik dengan perbuatan yang telah dilakukan Umar, yaitu mematikan lilin. Dia bertanya, "Ya Amirul Mukminin, aku melihatmu melakukan sesuatu yang belum pernah anda lakukan."

Umar menimpali, "apa itu?"

"Engkau mematikan lilin ketika aku menanyakan tentang keadaanmu dan keluargamu."

Umar berkata, " Wahai hamba Allah, lilin yang ku matikan itu adalah harta Allah, harta kaum muslimin. Ketika aku bertanya kepadamu tentang urusan mereka maka lilin itu dinyalakan demi kebaikan mereka. Begitu kamu membicarakan tentang keluarga dan keadaanku, maka aku pun mematikan lilin milik kaum muslimin".

Begitu lah watak dan otak para pemimpin pendahulu kita. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dan hikmah untuk kita amalkan. Dan semoga kita dapat menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana untuk diri kita sendiri, keluarga dan umat.

0 Komentar:

Posting Komentar