Saya serahkan kepada masing-masing interpretasi pembaca apakah isi dari tulisan ini sesuai atau tidak dengan judul yang saya berikan di atas. Sebab dalam ilmu sosial, menurut orang-orang sosial, 1 ditambah 1 bisa saja tidak sama dengan 2 (katanya gitu...). Yang jelas hasil nuts ini berangkat dari corat coret saya ketika mendengarkan guru saya ketika membahas tema sentralisasi dan desentralisasi, sekitar tiga hari yang lalu.


Yang jadi highlight coretan saya saat itu adalah, saya harus bikin yang namanya laporan baca. Minggu depan dikumpulkan. Isinya mesti menjawab pertanyaan apa perbedaan pemerintah daerah dan daerah, serta apa itu pemerintahan daerah. Tentunya masih dalam konteks yang terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini.



Rujukannya berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 34 tahun 2004. Kedua UU itu 'Tentang' nya sama, yakni tentang Pemerintahan Daerah. Saya masih tidak mengerti apakah UU Nomor 22 tahun 1999 itu sudah kadaluwarsa dan digantikan dengan UU Nomor 34 tahun 2004, ataukah yang terakhir sifatnya revisi atau malah hanya penjelasan atas hal-hal yang belum jelas pada UU yang pertama. (Untuk pembaca, tolong kasih penjelasan ya di kolom komentar biar saya sedikit mudeng juga..he ). Sebagai tambahan referensi, kata guru saya, boleh diambil dari karyanya G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli, yakni Decentralization and Development. Atau tulisan-tulisan nya Prof Eko Prasojo, guru besar FISIP UI yang sekarang dipercaya Presiden SBY sebagai Wakil Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi. Atau tulisan-tulisan yang lain yang 'terpercaya'


Satu lagi yang menjadi highlight catatan saya kala itu, namun kali ini hanya satu kata. Bintan. Perasaan pernah dengar sebelumnya kata ini. Ada apa dengan Bintan ??


Sebelum kata itu terucap, guru saya menjelaskan segala hal terkait dengan sentralisasai dan desentralisasi. Bla bla bla.. Di Indonesia, dalam dunia perbankan katanya, yang menjadi manajer level atas sekarang adalah orang-orang yang berasal dari India, Singapore, Malaysia dan Philipina. Orang Indonesia pada kemana?? hmmm... (Dulu.. Dua kali saya pernah ketemu dan ngobrol dengan orang India. Satu di Soetta, saat menunggu pesawat tujuan Banjarmasin. Orang ini ke Banjarmasin untuk maksud bisnis tambang. Yang kedua saat di bandara Syamsudin Noor, katanya dia ada di Banjarmasin untuk maksud Bisnis, yang ini nggak mau cerita bisnis apa dia di pulau kelahiran saya ini. lumayan penasaran saya waktu itu)

Di kawasan Bintaro saja, sekarang, ada Rumah Sakit Internasional yang pengelolanya adalah orang Australia. Bisa dibayangkan bagaimana tahun 2025 hingga 2030. Pada rentang tahun tersebut yang paling banyak hidup diprediksikan adalah anak-anak kita yang sekitar 5 tahun lalu lahir.

Bahkan sekarang saja, ada resort di Indonesia, Bintan, yang pengelolaannya dilakukan negara lain, Singapura. Untuk bisa mengunjungi Bintan dan menikmati keindahan pulau wisata tersebut kita harus memiliki passport dan visa yang sah. Mengapa, sebab harus melewati Singapura. Weleh-weleh....


Hmmm... betapa tragis-nya andaikata orang-orang luar yang berkuasa dan menjadi pemimpin di negeri ini. Lalu kita dan anak-anak keturunan kita mau jadi apa?? Jangan sampai lah rakyat Indonesia menjadi buruh di negeri sendiri, sedangkan para bos-nya adalah orang-orang luar negeri. Rakyat Indonesia yang peras keringat, yang menikmati adalah bangsa lain.

Tahun 2015, kalo tidak salah, kawasan perdagangan bebas ASEAN atau yang dikenal dengan AFTA, berlaku sudah. Indonesia sebagai Negara yang menyetujui AFTA, mau tidak mau akan masuk ke dalam era perdagangan bebas itu, sehingga bangsa ini akan bersaing dengan bangsa-bangsa ASEAN lainnya. Dengan kondisi bangsa Indonesia dan perekonomian Indonesia saat ini, apakah Indonesia siap dalam menghadapi persaingan global ini??

Apa yang telah kita lakukan ??
Apa yang sedang kita lakukan ??
Apa yang harus akan kita lakukan ??

0 Komentar:

Posting Komentar