Di samping sistem politik dan pemerintahan yang dianut dan dikembangkan, dinamika sosial, politik dan ekonomi di alam demokrasi turut mempengaruhi proses kebijakan publik.
 Berikut pembahasan hal tersebut dalam konteks pengalaman negara kita dewasa ini.

Kebijakan publik menitikberatkan pada apa yang oleh Dewey (1927) katakan sebagai “publik dan problem-problemnya”. Atau, seperti dinyatakan oleh Thomas Dye (1976), Kebijakan publik merupakan studi tentang “apa yang dilakukan oleh pemerintah (maupun apa yang tidak dilakukan), mengapa pemerintah mengambil tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut”. Dalam pengertian seperti ini, maka pusat perhatian dari kebijakan publik tidak hanya pada apa saja yang dilakukan oleh pemerintah, melainkan termasuk juga apa saja yang tidak dilakukan oleh pemerintah itu mempunyai dampak yang cukup besar terhadap masyarakat (publik) seperti juga halnya dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Dapat dibayangkan betapa besar pengaruhnya terhadap masyarakat jika pemerintah mendiamkan atau tidak melakukan tindakan apa-apa terhadap kejahatan yang semakin merajalela dalam masyarakat. Dengan demikian, tindakan tidak melakukan apa-apa merupakan policy yang diambil pemerintah. Sebagaimana policy itu dapat dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan tindakan-tindakan.

Pemerintah dapat melakukan banyak hal melalui proses pengambilan kebijakan. Pemerintah dapat mengatur konflik yang terjadi dalam masyarakat dan menata birokrasi untuk memperbaiki konflik tersebut. Seperti misalnya, konflik yang terjadi dalam partai politik, pemerintah dapat memainkan peranan untuk mengatur konflik tersebut agar tidak berdampak buruk bagi masyarakat. Pemerintah juga dapat melakukan distribusi aneka macam penghargaan dan bantuan pelayanan materi terhadap anggota masyarakat. Bagi pegawai negeri yang telah mengabdi sekian puluh tahun dan telah menunjukkan prestasi yang luar dari kebiasaan umum akan dapat penghargaan atas pengabdiannya. Guru dan dosen mulai diperhatikan taraf kehidupannya dengan memberikan tunjangan sertifikasi dan lain sebagainya. Dengan demikian, kebijakan publik mengatur banyak hal mulai dari mengatur perilaku, mengorganisasikan birokrasi, mendistribusikan penghargaan sampai pula penarikan pajak-pajak dari anggota masyarakat.

Sementara itu, kebijakan publik dapat juga dilakukan oleh pemerintah dengan cara mengalokasikan beberapa persen GNP-nya dan sejumlah hasil yang diproduksikan pemerintah setiap tahunnya kepada masyarakat. Selain itu kebijakan publik (public policy) dapat pula menangani aneka ragam bidang cakupan substansif, seperti misalnya pertahanan keamanan, energi, lingkungan, masalah-masalah luar negeri, pendidikan, kesejahteraan, perpajakan, perumahan, kesehatan, keluarga berencana, pembangunan  pedesaan, inflasi dan resesi dan banyak hal lagi. Demikianlah betapa besar lingkup permasalahan yang digarap oleh kebijakan publik (public policy).

Bagaimanapun, kebijakan publik yang berlaku tidak terlepas dari pengaruh dinamika sosial, politik dan ekonomi yang dialami oleh masyarakat.

Hingga tahun 2012 sekarang, di Indonesia telah terjadi berbagai macam krisis, musibah, bencana dan kekhawatiran. Mulai dari krisis ekonomi 1998, musibah dan banjir tahunan, kemacetan, kecelakaan lalu lintas yang masih sering terjadi, penggusuran semena-mena, demam berdarah, busung lapar, korupsi, harga BBM yang semakin tinggi, kemiskinan, narkoba, pengangguran, kecelakaan penerbangan pesawat komersial Sukhoi, hingga kerusuhan supporter sepakbola yang membawa maut. Lembaran ini akan sangat penuh jika dituliskan satu per satu persoalan-persoalan rakyat yang tak kunjung selesai. Negara dituntut untuk mengendalikan dan menyelesaikan berbagai persoalan tersebut. Untuk itulah diperlukan kebijakan publik yang betul-betul efektif dan efisien oleh pemerintah.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan memiliki tanggung jawab yang berat dalam berbagai kebijakan pemerintah yang diambil. Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) sebagai prioritas penting dalam kepemimpinan SBY selain kasus terorisme global. Penanggulangan bahaya narkoba, perjudian, dan perdagangan manusia juga sebagai beban berat yang membutuhkan kerja keras bersama pimpinan dan rakyat. Di masa jabatannya, Indonesia mengalami sejumlah bencana alam seperti gelombang tsunami, gempa bumi, dll. Semua ini merupakan tantangan tambahan bagi Presiden yang masih bergelut dengan upaya memulihkan kehidupan ekonomi negara dan kesejahteraan rakyat.

Berbagai peraturan dan kebijakan telah disusun dan dilaksanakan dalam masa jabatan presiden SBY.

Indonesia memiliki  persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan  antar  wilayah.  Persoalan  pengangguran  lebih  dipicu  oleh  rendahnya kesempatan  dan  peluang  kerja  bagi  angkatan  kerja  di  perdesaan.    Upaya  untuk menanggulanginya  harus  menggunakan  pendekatan  multi  disiplin  yang  berdimensi pemberdayaan.  Pemberdayaan  yang  tepat  harus  memadukan  aspek-aspek penyadaran, peningkatan kapasitas, dan pendayagunaan. Mulai  tahun  2007  Pemerintah  Indonesia  melalui Kementrian Dalam Negeri mencanangkan  Program  Nasional Pemberdayaan  Masyarakat (PNPM) Mandiri  yang  terdiri  dari  PNPM  Mandiri Perdesaan,  PNPM  Mandiri  Perkotaan,  serta  PNPM  Mandiri  wilayah  khusus  dan  desa tertinggal.  PNPM  Mandiri  Perdesaan adalah  program  untuk  mempercepat penanggulangan  kemiskinan  secara  terpadu  dan    berkelanjutan. Pendekatan  PNPM Mandiri  Perdesaan  merupakan  pengembangan  dari  Program  Pengembangan Kecamatan (PPK), yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah berupa  penyediaan  lapangan  kerja  dan  pendapatan  bagi  kelompok  rakyat  miskin,  efisiensi  dan  efektivitas  kegiatan,  serta  berhasil  menumbuhkan  kebersamaan    dan partisipasi masyarakat. Tidak ketinggalan pula, Kementrian Sosial Kemiskinan memunculkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.

Semenjak bergulirnya reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih  dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme berikut berbagai pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis sampai era Presiden SBY sekarang ini.

Kebijakan yang diambil pemerintah juga tidak terlepas dari perekonomian global, seperti tergambar dalam potongan pidato Presiden tanggal 29 Mei 2012 tentang penghematan energi di bawah ini :

“.... saat ini perekonomian dunia sedang menghadapi ketidakpastian yang tinggi. Pada satu sisi perekonomian global melemah, sementara pada sisi yang lain, akibat dari kondisi politik dan keamanan di Timur Tengah, harga bahan bakar cenderung meningkat. Situasi ekonomi dunia seperti ini dapat menghambat upaya kita, dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Disamping tantangan dari situasi global yang jelas berdampak pada perekonomian kita, Indonesia juga menghadapi permasalahan di dalam negeri, antara lain:

Pertama, anggaran untuk subsidi BBM dan listrik jumlahnya sangat besar, dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, subsidi BBM dan listrik telah mencapai Rp 140 trilyun. Dan pada tahun 2011 meningkat lagi menjadi Rp 256 trilyun. Meningkatnya subsidi ini dikarenakan oleh tingginya harga minyak dunia, serta meningkatnya penggunaan BBM dan listrik, baik oleh masyarakat, angkutan atau transportasi, maupun untuk kalangan industri. Besarnya subsidi BBM dan listrik, mengakibatkan berkurangnya kemampuan pemerintah untuk membangun infrastruktur seperti jalan, jembatan, irigasi, pelabuhan laut, dan bandar udara.

Kedua, besarnya anggaran subsidi BBM dan listrik juga berpotensi meningkat- nya defisit anggaran negara, karena penerimaan negara lebih kecil dari belanja negara. Defisit anggaran ini, tentu harus kita tutupi, dan salah satu cara menutupinya biasanya dengan mencari pinjaman atau utang baru. Cara seperti ini tentu bukan pilihan kita. Kita tidak ingin utang kita terus meningkat, dan akhirnya membebani anak-cucu kita. Justru sebaliknya, yang kita inginkan dan lakukan adalah menurunkan rasio utang yang kita tanggung, dari waktu ke waktu.

“..... Untuk mengatasi persoalan yang kita hadapi bersama, kita harus mengambil kebijakan yang tepat, langkah yang jelas dan terarah, serta sesuai dengan kondisi yang dialami oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, dalam kaitan ini, saya menggariskan dua agenda penting, yang harus kita lakukan:

Pertama, mencegah naiknya defisit anggaran, dengan cara meningkatkan pendapatan negara, dan melakukan optimalisasi, termasuk penghematan anggaran belanja negara; dan kedua, mengurangi subsidi BBM dan listrik, melalui gerakan penghematan secara nasional.

Dari potongan pidato tersebut nampak jelas betapa ekonomi global dan permasalahan dalam negeri sangat berpengaruh pada arah kebijakan pemerintah Indonesia ke depannya.

Referensi :
a)      Buku Public Policy: Pengantar Teori dan Kebijakan Praktik Analisis Kebijakan. Cet. 4. Wayne Parsons. Penerbit Kencana Prenada Media Grup. 2001.
b)      Buku Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Cet. 3. Miftah Thoha. Penerbit Kencana Prenada Media Grup. 2008.
c)      Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Oleh Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa

0 Komentar:

Posting Komentar