Bagi kaum muslimin di seluruh dunia, terlebih di Indonesia khususnya, bulan Rabiul Awal adalah bulan yang sangat dimuliakan. Tentu saja setelah bulan Ramadhan dimana umat Muslim diwajibkan berpuasa dan bulan Dzulhijjah saat ibadah haji dilaksanakan di tanah suci Makkah Al Mukarramah.

maulid barazanji


Sebabnya tidak lain adalah pada bulan Rabiul Awal ini lah terlahir Nabi dan Rasul akhir zaman, penutup garis kenabian dan kerasulan, yakni Rasulullah Muhammad SAW. Tanggal persis lahir Rasulullah SAW sendiri masih menjadi pertentangan para ahli. Namun pendapat Ibn Ishaq dan kawan-kawan yang paling banyak diyakini oleh masyarakat adalah pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun gajah. Sekitar Agustus 570 tahun Masehi. Dinamakan tahun gajah karena pada tahun itu Ka’bah yang ada di Makkah diserang oleh pasukan Abrahah yang mengendarai gajah, tetapi penyerangan ini gagal.

Berbagai kegiatan dilaksanakan dalam menyambut dan memperingati bulan kelahiran Rasulullah SAW atau yang dikenal dengan bulan Maulud ini. Di Yogyakarta dan sekitar Surakarta misalnya, ada yang namanya Sekaten. Sedang di daerah banua kita umumnya adalah dengan acara pembacaan syair-syair maulid. Berbagai syair dikenal oleh urang kita banua yaitu syair maulid Al Barzanji, syair maulid Al Habsyi dan Syair maulid ad Diba.

Peringatan maulid ini sudah menjadi tradisi yang mendarah daging. Tahun demi tahun berjalan, acara demi acara maulid pasti dilaksanakan di banua kita. Syair-syair maulid bergema dimana-mana. Ceramah dan tusiyah agama seputar kelahiran Rasulullah diseretai uraian hikmah hidup beliau berkumandang baik di desa atau di kota. Sehingga acara maulid ini pun seakan menjadi kebutuhan pokok hidup kita. Andai kita tidak merayakan atau tidak menghadirinya, kita akan merasa ada yang kurang di bulan Rabiul Awal di tahun berjalan.

Namun sangat disayangkan, bila kita sebagai umat Islam sudah merasa puas setelah melaksanakan atau menghadiri acara maulid, kita telah menganggapnya sebagai telah melaksanakan ibadah yang sangat penting dalam kehidupan. Kita kadang kurang bisa mengaplikasikan makna dan hikmah perjalanan hidup Rasulullah dalam kehidupan nyata kita. Kadang kita dengan sangat khusyu melantukan syair-syair maulid, namun hikmah hidup dan contoh dari yang kita baca dan dengar di syair tersebut belum sepenuhnya kita amalkan. Ambil satu contoh, pelaksanaan sholat lima waktu. Cukuplah kita sendiri yang bisa menilai sejauh mana kita telah menunaikan kewajiban utama dalam Islam ini.

Untuk lebih membuka cakrawala kita akan makna yang terkandung pada perayaan maulid ini, ada baiknya kita mengetahui sejarah awal mula peringatan maulid itu sendiri. Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad saw pada mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris.

Dunia mengenalnya dengan Perang Salib atau The Crusade. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Adalah Sultan Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi -dalam literatur sejarah Eropa dikenal dengan nama Saladin, seorang pemimpin setingkat gubernur pada Dinasti Bani Ayyub, mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan secara massal. Salahuddin ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.

Salah satu kegiatan yang di prakarsai oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Dan pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji, yang syair beliau dikenal dengan Syair Al Barzanji.

Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga Yerusalem bisa direbut oleh Salahuddin dan umat Islam dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini.

Sekarang jelaslah bagi kita, bahwa maulid bukan hanya sekedar ceremonial dan tradisi belaka. Namun sarat akan makna dan tujuan. Di zaman sekarang dimana kebebasan beragama telah dijamin pemerintah Indonesia, sudah semestinya kita menanamkan dan mengejawantahkan spirit maulid dalam kehidupan kita sehari-hari. Tentunya bukan dalam bentuk kekerasan dan penyerangan pada umat beragama lain. Tetapi lebih menitikberatkan pada aspek peningkatan mutu ibadah kita dan kepedulian kepada sesama manusia.

Yang utama dan pertama, sholat lima waktu sebagai pondasi Islam harus benar-benar kita realisasikan dalam kehidupan. Jika sholat dilaksanakan dengan benar, akan memudahkan amal ibadah lainnya yang akan kita perbuat. Bukankah ada hadits Nabi, jika sholat diterima Allah maka amal ibadah yang lain akan diterima Allah. Sebaliknya jika sholat ditolak, maka amal ibadah yang juga akan tidak terima alias sia-sia. Bukankah pula, bahwa sholat mampu mencegah perbuatan keji dan munkar. Jika sholat kita benar dan diterima, niscaya perbuatan buruk dan jahat tidak akan kita kerjakan. Sebab sudah dicegah oleh kekuatan gaib Sholat kita. Sholat akan akan menolak kehendak diri kita untuk berbohong, akan menolak kehendak untuk korupsi atau menzhalimi orang lain, akan menolak untuk berbuat keji semisal zina atau selingkuh. Jika Ibadah dalam Islam kita laksanakan dengan sebenarnya, maka kejahatan akan sirna sendirinya. Jadilah Islam rahmatan lil alamin. Wallahu a’lam

0 Komentar:

Posting Komentar