image from http://www.clipartoday.com/
Beberapa tahun yang lalu, ketika aku hampir menyelesaikan kuliah di Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Palangkaraya, aku kedatangan tamu dari Basarang, daerah di kabupaten Kapuas. Tamu ini tidak lain adalah salah seorang sahabat karibku. Kuliahnya satu tahun lebih dulu dari aku, dan ia lebih dulu hengkang dari kampus, wisuda. Ia datang ke Palangkaraya untuk mengurus pengesahan copy ijazah yang akan digunakannya untuk melamar pekerjaan, dan juga ada beberapa keperluan lainnya. Padahal menurut yang aku dengar, sekitar setahunan ia sudah wisuda, belum jua mau bekerja.

Waktu itu aku mendiami rumah salah seorang dosen FKIP di Mess Dosen Muda. Sang dosen karena istri dan anaknya ada di Jawa, bekerja dan sekolah, sering pergi ke Jawa. Dalam satu semester, kurang lebih 3 bulan ia meninggalkan mess untuk berkumpul dengan anak istri. Beliau mengajar setengah semester, sisanya setengah semester giliran dosen satu timnya. Kasian bapa (demikian aku memanggil sang dosen) ... sebenarnya sangat ingin pindah, mengajar universitas di Jawa. Sayang, belum ada "kans" untuk ke sana. Ketika sahabatku datang, sang dosen lagi pulang kampung. Mess aku yang jaga. Jadi sahabatku itu bisa numpang tidur di mess sampai selesai keperluannya.

Masa kuliah memang beda dengan sma. Banyak pengalaman berharga yang dialami. Tanpa pantauan orangtua. Ya.. bisa-bisa sendiri saja menjaga diri, memanage uang belanja, mengatur waktu belajar dan santai, termasuk urusan dapur. Aku sendiri sebenarnya lebih suka masak sendiri di rumah. Disamping menghemat, dengan memasak sendiri aku merasa lebih "aman" menyantap makanannya. Dapat menjamin halal bahan dan pengolahannya. Maklum di kota tempatku kuliah ini tidak semua yang jual makanan orang Islam. Disamping itu pas memasak bisa sambil dzikir. Mencuci alat dapur bisa sambil bertasbih, demikian juga waktu menanak nasi, mengolah bumbu, memasak lauk dan "gangan". Disamping dapat pahala (insya Allah) jua semoga dengan tasbih tersebut makanan yang diolah penuh barokah.

Banyak hal yang aku lakukan dengan sahabatku ini semasa kuliah. Kami sering makan bersama, jalan bersama, berdakwah sama-sama, sampai tidur sama-sama. eit! tapi tidak satu selimut lo! sama-sama laki-laki, Haram! Kalo kebanyakan mahasiswa naik motor, kami dengan nyaman naik sepeda. Maklum belum ada nasib beli motor. Uang jajan pun kadang harus gali lobang tutup lobang, kadang saling utang pada teman.. Alhamdulillah, diantara teman kami, aku termasuk yang paling sedikit suka ngutang. Hal itu sedikit banyak karena rumah ikut dosen, lumayan gratis. jua empat tahun Aku dapat beasiswa. jadi uang belanja ada lebihnya walau dikit, pengeluaran agak dikitan jua kan.

Pagi hari, pas aku lagi masak-masak menyiapkan sarapan pagi. Sahabatku itu mendekat. Dengan agak serius, ia bertanya : "wan! kamu ujian kuliah pernah nyontek nggak??"
Mendengar pertanyaannya itu, aku mereka-reka hendak kemana arah pembicarannya. aku dengan santai menjawab : " iya, pernah. tapi nggak lulus". (memang, dulu pas mata kuliah statistika dasar pernah nyontek. tapi sepertinya gelagatku ditangkap oleh sang dosen, kagak lulus deh.. he.. he..)

Sahabatku melanjutkan, " kamu tahu nggak wan, kenapa aku belum jua mau bekerja?"
Aku diam mendengarkan. "ayahku sering sekali menyuruh aku untuk melamar, jadi honoran. Sampai marah-marah, aku tidak jua mau. karena dulu aku pernah nyontek."
Aku mulai memahami apa yang ia utarakan.
"Kan nyontek itu tidak boleh wan. karena nyontek bisa lulus mata kuliah, bila mata kuliah lulus semua, akhirnya kan bisa wisuda, dapat ijazah. Nah, ijazahnya digunakan untuk bekerja. Bekerja dapat duit, duitnya itu halal nggak wan?" tanya sahabatku lebih serius.

Karena aku sudah bisa menebak kemana arah pembicaraannya dari tadi, aku tidak terlalu terkejut lagi dengan pertanyaannya itu. Dalam hati aku mengakui kalau sahabatku ini orang yang "spesial" dalam agama. Lebih hebat dari aku, padahal pendidikannya umum semua. dari SD ke SMP lalu ke SMA, terakhir ke Program Studi PPKn FKIP Unpar. Aku "mengaku kalah", walau pendidikanku dari SD ke MTs yang bercorak agamis, lalu ke MA dan terakhir di Unpar. Kehati-hatiannya sangat jarang bahkan mungkin tidak dimiliki lagi oleh kebanyakan orang zaman sekarang, apalagi dimiliki para birokrat dan pejabat di negeri ini. Jika kita perhatikan, maaf.. jarang sekali para pejabat atau pegawai yang melahirkan seorang ulama besar. Kebanyakan anak nakal adalah anak dari para pejabat, bisa jadi itu karena pengaruh penghasilan yang asalnya tidak benar. tidak sah. Kebanyakan para ulama yang berilmu lahir dari orang yang bersahaja, pendapatannya sering dari sepetak tanah sawah atau ladang. Bukan dari makan gaji perbulan, apalagi makan proyek.

Kalo direnungi, apa yang diutarakan sahabatku itu memang beralasan. Ia tidak berani menggunakan ijazahnya karena ia pernah nyontek, sesuatu yang sekarang ia yakini sebagai perbuatan yang salah. Melanggar agama. Melanggar hukum Allah SWT. Padahal bisa jadi ia menyontek itu saat belum "kenal" dengan agama. Kini setelah jadi aktivis kampus, aku yakin ia tidak lagi menyontek. Tapi kehati-hatiannya luar biasa. Saat kedatangannya di mess, ayahnya sudah sekitar sebulan meninggal dunia. Sampai ayahnya meninggal, ia belum berani menggunakan ijazahnya. Masya Allah..

Dalam hati aku merasa masih rendah dibandingkan dengannya, disamping iri. Ingin jua sepertinya, sangat hati-hati dalam hal agama. Apalagi untuk perkara uang.
Uang yang bisa digunakan untuk membeli pakaian, makanan, kendaraan, rumah, bahkan juga bisa digunakan untuk beristri, ujung-ujungnya punya anak. Jika sumber asal usul mendapatkan uang itu tidak benar atau tidak halal, otomatis penggunaan uang itu juga tidak akan halal. Jika uangnya digunakan untuk membeli makanan, makanannya tidak halal, atau haram. Jika diimakan, maka dalam satu hadits kalo tidak salah dikatakan, adalah neraka tempatnya orang yang daging tubuhnya tumbuh dari makanan yang haram. Naudzubillah..

Jika uang haram dibelikan pakaian, maka bila pakaian itu dibawa sholat, sholatnya tidak akan diterima, tidak sah. Sama saja artinya ia tidak sholat. Orang yang tidak sholat dalam Islam sama dengan kafir, dan tempatnya adalah neraka. Naudzubillah..

Begitu juga dengan keperluan lainnya yang berasal dari sumber yang tidak halal atau haram akan membawa kepada ketidakselamatan. Bisa jadi berujung pada neraka. Maka dari itu, jika kita ingin ke sorga, jangan sampai kita melakukan hal yang tidak benar, semisal menyontek, mengerpek dan perbuatan curang lainnya. Awas pelajar jangan diberi kesempatan menyontek dan sejenisnya jika ingin selamat. Para guru juga mestinya menanamkan sikap demikian pada siswanya, jangan sekali-kali memberi kesempatan untuk menyontek. Dengan hal yang dianggap kecil ini semoga menjadi barokah, yang dapat menyebabkan kampung selamat, bangsa dan negara selamat. Umat selamat dunia akhirat.

Wallahu a'lam

6 Komentar:

  1. Semoga tulisan pian ini, jadi bahan renungan yang dapat diamalkan bagi setiap pelajar yang menginginkan kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat.

    BalasHapus
  2. Ma'af,uang atau duit tidak ada yg haram kecuali uang palsu. Yang haram itu perbuatan nya jd jgn salah menafsir kan.Kalau uang yg di hasilkan dari perbuatan yg melanggar norma,adat,hukum agama,hukum negara haram ? bukan kah uang ada no seri nya,uang beredar selama di sahkan pemerintah kalau yg kebetulan uang nya di pegang atau di miliki kyai apakah kyai memakai uang itu haram ? Jadi kawan anda itu salah kalau gara2 nyontek ndak mau pakai ijazah nya kerja. Allah Swt Maha Adil pintu tobat masih terbuka selama kita hidup.

    BalasHapus
  3. Ma'af,uang atau duit tidak ada yg haram kecuali uang palsu. Yang haram itu perbuatan nya jd jgn salah menafsir kan.Kalau uang yg di hasilkan dari perbuatan yg melanggar norma,adat,hukum agama,hukum negara haram ? bukan kah uang ada no seri nya,uang beredar selama di sahkan pemerintah kalau yg kebetulan uang nya di pegang atau di miliki kyai apakah kyai memakai uang itu haram ? Jadi kawan anda itu salah kalau gara2 nyontek ndak mau pakai ijazah nya kerja. Allah Swt Maha Adil pintu tobat masih terbuka selama kita hidup.

    BalasHapus
  4. Ma'af,uang atau duit tidak ada yg haram kecuali uang palsu. Yang haram itu perbuatan nya jd jgn salah menafsir kan.Kalau uang yg di hasilkan dari perbuatan yg melanggar norma,adat,hukum agama,hukum negara haram ? bukan kah uang ada no seri nya,uang beredar selama di sahkan pemerintah kalau yg kebetulan uang nya di pegang atau di miliki kyai apakah kyai memakai uang itu haram ? Jadi kawan anda itu salah kalau gara2 nyontek ndak mau pakai ijazah nya kerja. Allah Swt Maha Adil pintu tobat masih terbuka selama kita hidup.

    BalasHapus
  5. salut dengan teman ikam wal...semoga dia bisa kerja tanpa ijasah sepertiku,
    dulu aku mo masuk pns cuma harus bayar sekian, tapi hati kecilku berontak manakala ingat pesan dari guru, kalau suap dan menyuap itu...., ya tahu sendirilah...alhasil aku cuma seperti ini. mungkin inilah jalan hidupku yang patut disyukuri...ya kalo wal

    BalasHapus
  6. hmmm...baru kali ini berkunjung ke blog kamu. Salam kenal dari sekretaris komunitas blogger pahuluan. Kapan nih bisa umpat kopdar.

    BalasHapus