Sekitar pukul 10 WITA hari Sabtu tanggal 24 Mei 2014, saya ikut melaksanakan sholat jamaah untuk mayat tetangga. Sholat untuk mayat atau jenazah ini di kampung biasa disebut kifayah, sebabnya mungkin karena sholat jenazah itu hukumnya fardhu kifayah. Apabila dalam suatu kampung sudah ada jamaah yang melaksanakannya, maka kewajiban penduduk kampung itu sudah gugur. Kira-kira begitu arti sederhananya dari fardhu kifayah. Namun dari segi lafadz, kata fardhu merujuk pada wajib, bukan sunat.
Hari ini di sekolah saya ada acara Khataman Quran siswa kelas XII yang mau lulus, perayaan Isra Mi'raj, sekaligus perpisahan kelas XII juga. Sehingga saya bisa izin dulu terlambat datang ke sekolah untuk ikut sholat fardhu kifayah ini. Apalagi rumah saya sangat dekat dengan langgar tempat dilaksanakannya sholat kifayah ini. Insya Allah lebih baik untuk menunaikan hak saudara muslim sekaligus tetangga saya, yaitu sholat jenazah.
Sudah jamak yang terjadi di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kandangan, ada yang namanya amplop untuk kifayah. Amplop berisi uang yang dihadiahkan (diberikan) oleh pihak keluarga mayit untuk orang yang bersedia melaksanakan sholat jenazah. Amplop itu diberikan dengan maksud mengundang orang-orang untuk sholat jenazah. Uang dalam amplop bervariasi, mungkin sekarang paling sedikit isinya Rp. 10 ribu rupiah. Biasanya amplop kifayah diberikan pada orang di luar kampung/desa si mayit. Istilahnya undangan.
Apabila ada tetangga atau orang kampung saya yang meninggal dunia, dan saya ikut mensholatkan jenazahnya, saya berusaha untuk tidak menerima amplop kifayah tersebut. Karena memang sholat jenazah itu merupakan kewajiban (fardhu) bagi ahli kampung, walaupun fardhu kifayah. Tidak baik rasanya jika ikut sholat jenazah jiran tetangga dengan mengharap dapat imbalan uang kifayah. Begitu pun juga hari ini, saya sudah berniat untuk tidak menerima amplop. Dan alhamdulillah bisa hingga selesai sholat jenazah. Hanya saja setelah sholat jenazah, ada Bapak itu yang biasa imam di Langgar memasukkan amplop itu ke saku saya. Mau mengembalikan tidak enak. Sehingga amplop itu bisa saya foto seperti di atas.
Sepanjang pengetahuan saya, pemberian amplop kifayah itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat beliau. Hanya saja ini menjadi kebiasaan di kampung kabupaten saya. Setidaknya sudah di tiga desa di tiga kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan saya pernah tinggal menetap, yaitu Kecamatan Kalumpang, Angkinang dan Kandangan. Di tiga desa itu semua memberikan amplop kifayah.
Bagi ahli keluarga mayit yang kaya dan berduit, "keharusan" memberikan amplop kifayah mungkin tidak menjadi masalah. Masalah akan dihadapi oleh keluarga mayit yang kurang berduit. Ironis sekali jika sampai berhutang segala agar dapat memberikan amplop kifayah. Dan juga menyedihkan jika kaum muslimin tidak ikut sholat jenazah hanya karena tidak dikasih amplop kifayah, apalagi untuk jenazah jiran tetangga sendiri.
Sebenarnya kebiasaan memberikan amplop kifayah bisa dihilangkan apabila ada kesadaran dan kemauan dari ahli kampung. Terutama dari ulama dan tokoh masyarakat kita. Ada satu desa (bahkan beberapa desa mungkin) yang bisa diambil contoh untuk pelajaran, yaitu di Desa Padang Luas Kecamatan Kurau Kabupaten Tanah Laut. Di desa ini sudah lama tidak memberikan amplop kifayah. Seluruh penduduk kampung yang laki-laki "wajib" melaksanakan sholat jenazah bagi yang meninggal dunia, begitu bergantian antar penduduk. Untuk memantau yang datang, digunakan semacam kartu anggota serikat kematian yang dikumpul saat pelaksanaan sholat jenazah (kalau tidak salah). Sistem pengontrolan semacam ini sejatinya tidak perlu jika penduduk semua sudah faham agama. Nah untuk memahamkan penduduk dengan agama tidak ada cara lain lagi kecuali dakwah dan ta'lim, lebih-lebih dari tokoh ulama, dan semua penduduk harus ambil bagian dalam dakwah tentunya.
Hari ini di sekolah saya ada acara Khataman Quran siswa kelas XII yang mau lulus, perayaan Isra Mi'raj, sekaligus perpisahan kelas XII juga. Sehingga saya bisa izin dulu terlambat datang ke sekolah untuk ikut sholat fardhu kifayah ini. Apalagi rumah saya sangat dekat dengan langgar tempat dilaksanakannya sholat kifayah ini. Insya Allah lebih baik untuk menunaikan hak saudara muslim sekaligus tetangga saya, yaitu sholat jenazah.
Sudah jamak yang terjadi di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kandangan, ada yang namanya amplop untuk kifayah. Amplop berisi uang yang dihadiahkan (diberikan) oleh pihak keluarga mayit untuk orang yang bersedia melaksanakan sholat jenazah. Amplop itu diberikan dengan maksud mengundang orang-orang untuk sholat jenazah. Uang dalam amplop bervariasi, mungkin sekarang paling sedikit isinya Rp. 10 ribu rupiah. Biasanya amplop kifayah diberikan pada orang di luar kampung/desa si mayit. Istilahnya undangan.
Apabila ada tetangga atau orang kampung saya yang meninggal dunia, dan saya ikut mensholatkan jenazahnya, saya berusaha untuk tidak menerima amplop kifayah tersebut. Karena memang sholat jenazah itu merupakan kewajiban (fardhu) bagi ahli kampung, walaupun fardhu kifayah. Tidak baik rasanya jika ikut sholat jenazah jiran tetangga dengan mengharap dapat imbalan uang kifayah. Begitu pun juga hari ini, saya sudah berniat untuk tidak menerima amplop. Dan alhamdulillah bisa hingga selesai sholat jenazah. Hanya saja setelah sholat jenazah, ada Bapak itu yang biasa imam di Langgar memasukkan amplop itu ke saku saya. Mau mengembalikan tidak enak. Sehingga amplop itu bisa saya foto seperti di atas.
Sepanjang pengetahuan saya, pemberian amplop kifayah itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat beliau. Hanya saja ini menjadi kebiasaan di kampung kabupaten saya. Setidaknya sudah di tiga desa di tiga kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan saya pernah tinggal menetap, yaitu Kecamatan Kalumpang, Angkinang dan Kandangan. Di tiga desa itu semua memberikan amplop kifayah.
Bagi ahli keluarga mayit yang kaya dan berduit, "keharusan" memberikan amplop kifayah mungkin tidak menjadi masalah. Masalah akan dihadapi oleh keluarga mayit yang kurang berduit. Ironis sekali jika sampai berhutang segala agar dapat memberikan amplop kifayah. Dan juga menyedihkan jika kaum muslimin tidak ikut sholat jenazah hanya karena tidak dikasih amplop kifayah, apalagi untuk jenazah jiran tetangga sendiri.
Sebenarnya kebiasaan memberikan amplop kifayah bisa dihilangkan apabila ada kesadaran dan kemauan dari ahli kampung. Terutama dari ulama dan tokoh masyarakat kita. Ada satu desa (bahkan beberapa desa mungkin) yang bisa diambil contoh untuk pelajaran, yaitu di Desa Padang Luas Kecamatan Kurau Kabupaten Tanah Laut. Di desa ini sudah lama tidak memberikan amplop kifayah. Seluruh penduduk kampung yang laki-laki "wajib" melaksanakan sholat jenazah bagi yang meninggal dunia, begitu bergantian antar penduduk. Untuk memantau yang datang, digunakan semacam kartu anggota serikat kematian yang dikumpul saat pelaksanaan sholat jenazah (kalau tidak salah). Sistem pengontrolan semacam ini sejatinya tidak perlu jika penduduk semua sudah faham agama. Nah untuk memahamkan penduduk dengan agama tidak ada cara lain lagi kecuali dakwah dan ta'lim, lebih-lebih dari tokoh ulama, dan semua penduduk harus ambil bagian dalam dakwah tentunya.
sholat jenazah di kurau, januari tahun 2011 |
0 Komentar:
Posting Komentar