Alhamdulillah sehabis maghrib hingga setelah isya tadi sempat bersilaturahmi kembali para orangtua dan keluarga di desa Sirih Hulu, Kecamatan Kalumpang Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Alhamdulillah pula di kampung kakek nenek saya ini sejak hari ini Selasa, 29 April 2014 telah kedatangan rombongan jamaah itikaf dalam rangka dakwah tabligh memperbaiki diri. Rombongan dakwah tabligh itikaf rencananya 3 hari di langgar Sirajul Mudhiah Sirih Hulu. Ini kali pertama kampung Sirih Hulu dimasuki rombongan dakwah tabligh.
Berdasarkan pengalaman saya terjun langsung ke dunia dakwah tabligh dengan metode itikaf ini, tujuan dari jamaah-jamaah dihantar adalah dalam rangka memperbaiki diri dengan menggunakan diri, harta dan waktu yang diberikan Allah. Yang diperbaiki mulai dari imaniyah, ibadah, muamalah, muasyarah dan akhlak. Tujuan selanjutnya adalah dalam rangka latihan mengamalkan agama Islam secara sempurna pada diri sendiri dan ummat di seluruh alam. Bukan main mulia tujuan ini, yaitu agar dapat mengamalkan agama Islam secara sempurna atau kaffah pada diri sendiri dan ummat di seluruh alam.
Sayangnya karena kegiatan dakwah tabligh seperti ini masih asing di tengah masyarakat, termasuk di Sirih Hulu, ada saja isu-isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya berhembus di kalangan masyarakat. Akibatnya sebagian masyarakat mungkin sudah pasang kuda-kuda antipati lebih dahulu, bahkan kadang cenderung menyalahkan dan menganggap salah. Syukurlah bila masih ada yang mau mencari tahu dan mempelajari apa sesungguhnya, apa maksud dan tujuan daripada kegiatan itikaf dakwah dan tabligh ini.
Bagi sebagian orang penjelasan dari da'i atau mubaligh yang melakukan itikaf mungkin sudah cukup membuktikan bahwa kegiatan ini baik dan tidak menyimpang. Tetapi kadang penjelasan saja tidak cukup, yang bersangkutan mestinya melihat, dan mengalami langsung kegiatan itikaf ini dengan meluangkan waktunya semampu mungkin, misalnya 1 hari 1 malam bersama jamaah dakwah tabligh. Atau yang lebih baik lagi selama 3 hari 3 malam. Sehingga bukan hanya mendengar, tetapi mengalami, seperti kata pepatah experience is the best teacher.
Yang repot adalah yang kadung terlalu cepat menyimpulkan dan membuat keputusan, tidak mau menerima kedatangan rombongan itikaf walaupun cuma 3 hari di masjidnya. Tidak mau tabayyun dan tidak mencari tahu. Ada permisalan atau qias yang dibuat oleh Guru Untung Wahyudi di Muara Banta Kandangan Hulu yang masih saya ingat. Beliau memberi contoh adalah kebiasaan memasak dengan kayu bakar. Kebiasaan ini sudah mendarah daging turun temurun di masyarakat kandangan, sehingga akan susah jika harus beralih ke kompor gas. Bayangannya dengan kompor gas akan sulit, tidak nyaman, atau yang ekstrem adalah bisa meledak, berbahaya. Padahal itu karena hanya tidak terbiasa dengan kompor gas. Coba kalau sudah terbiasa akan lain kesannya. Kesan susah dan berbahaya akan hilang. Yang muncul tinggal nyamannya ja lagi. Coba tanya ja dengan orang-orang yang sudah konversi dari kayu bakar ke kompor gas. Nah begitu juga dalam kegiatan itikaf, kok kelihatannya susah dan bahaya. Padahal belum tahu dan belum mencoba.
Insya Allah lambat laun semua akan menikmati nyamannya pakai kompor gas, insya Allah semua umat Islam akan mengetahui dan mengakui nyamannya mengamalkan agama dengan dakwah dan tabligh. Aamiin
Berdasarkan pengalaman saya terjun langsung ke dunia dakwah tabligh dengan metode itikaf ini, tujuan dari jamaah-jamaah dihantar adalah dalam rangka memperbaiki diri dengan menggunakan diri, harta dan waktu yang diberikan Allah. Yang diperbaiki mulai dari imaniyah, ibadah, muamalah, muasyarah dan akhlak. Tujuan selanjutnya adalah dalam rangka latihan mengamalkan agama Islam secara sempurna pada diri sendiri dan ummat di seluruh alam. Bukan main mulia tujuan ini, yaitu agar dapat mengamalkan agama Islam secara sempurna atau kaffah pada diri sendiri dan ummat di seluruh alam.
Sayangnya karena kegiatan dakwah tabligh seperti ini masih asing di tengah masyarakat, termasuk di Sirih Hulu, ada saja isu-isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya berhembus di kalangan masyarakat. Akibatnya sebagian masyarakat mungkin sudah pasang kuda-kuda antipati lebih dahulu, bahkan kadang cenderung menyalahkan dan menganggap salah. Syukurlah bila masih ada yang mau mencari tahu dan mempelajari apa sesungguhnya, apa maksud dan tujuan daripada kegiatan itikaf dakwah dan tabligh ini.
Bagi sebagian orang penjelasan dari da'i atau mubaligh yang melakukan itikaf mungkin sudah cukup membuktikan bahwa kegiatan ini baik dan tidak menyimpang. Tetapi kadang penjelasan saja tidak cukup, yang bersangkutan mestinya melihat, dan mengalami langsung kegiatan itikaf ini dengan meluangkan waktunya semampu mungkin, misalnya 1 hari 1 malam bersama jamaah dakwah tabligh. Atau yang lebih baik lagi selama 3 hari 3 malam. Sehingga bukan hanya mendengar, tetapi mengalami, seperti kata pepatah experience is the best teacher.
Yang repot adalah yang kadung terlalu cepat menyimpulkan dan membuat keputusan, tidak mau menerima kedatangan rombongan itikaf walaupun cuma 3 hari di masjidnya. Tidak mau tabayyun dan tidak mencari tahu. Ada permisalan atau qias yang dibuat oleh Guru Untung Wahyudi di Muara Banta Kandangan Hulu yang masih saya ingat. Beliau memberi contoh adalah kebiasaan memasak dengan kayu bakar. Kebiasaan ini sudah mendarah daging turun temurun di masyarakat kandangan, sehingga akan susah jika harus beralih ke kompor gas. Bayangannya dengan kompor gas akan sulit, tidak nyaman, atau yang ekstrem adalah bisa meledak, berbahaya. Padahal itu karena hanya tidak terbiasa dengan kompor gas. Coba kalau sudah terbiasa akan lain kesannya. Kesan susah dan berbahaya akan hilang. Yang muncul tinggal nyamannya ja lagi. Coba tanya ja dengan orang-orang yang sudah konversi dari kayu bakar ke kompor gas. Nah begitu juga dalam kegiatan itikaf, kok kelihatannya susah dan bahaya. Padahal belum tahu dan belum mencoba.
Insya Allah lambat laun semua akan menikmati nyamannya pakai kompor gas, insya Allah semua umat Islam akan mengetahui dan mengakui nyamannya mengamalkan agama dengan dakwah dan tabligh. Aamiin
Langgar Darul Falah Sirih Taru |
0 Komentar:
Posting Komentar