Abul Hasan Siraj rahmatullah alaih berkata, "Ketika aku sedang berthawaf pada waktu haji, terpandang olehku seorang wanita yang cantik jelita, wajahnya bercahaya. Aku berkata pada diriki sendiri, "Demi Allah, Aku tidak pernah melihat wanita secantik ini. Barangkali kecantikan dan kejelitaannya ini karena ia tidak pernah mengalami kesusahan dan duka cita."

muslimah wajahnya bercahaya


Ia mendengar perkataanku ini dan berkata, "Apa yang engkau katakan? Demi Allah, aku telah tenggelam dalam duka cita, hatiku dilanda kesedihan dan kemalangan dan tidak ada yang peduli padaku."

Aku bertanya, "Apa yang terjadi padamu?"

Ia menjawab,"Ketika suamiku menyembelih seekor kambing, aku menyusui anakku yang paling kecil. Dua anak lelakiku sedang bermain-main di sampingku. Ketika aku pergi untuk memasakan makanan, salah seorang anakku berkata pada yang satunya, 'maukah ku tunjukkan bagaimana caranya ayah menyembelih kambing itu?' yang lain menjawab mengiyakan pertanda mau. Maka anak yang pertama itu membaringkan adiknya di tanah dan menyembelih lehernya seperti menyembelih seekor kambing. Ketika ia menyadari apa yang telah dilakukannya, ia pun lari ke atas gunung, kemudian di atas gunung ia diterkam serigala. Ayahnya mencarinya, dan dalam pencarian itu ia mati kehausan.

Di rumah, hatiku selalu diselubungi keresahan menanti berita darinya. Aku letakkan anakku yang paling kecil di dalam rumah dan aku pergi ke pintu rumah bertanya pada siapa saja yang mengetahui kabar tentang suamiku. Anakku yang masih kecil itu merangkak ke arah tungku yang penuh dengan masakan yang mendidih. Anak itu menariknya sehingga periuk itu terbalik dan tumpah ke atasnya sehingga ia mati dalam keadaan yang sangat mengerikan, daging anak itu terkelupas dari kulitnya.

Aku memiliki satu anak perempuan yang sudah berkeluarga. Ketika ia datang mendengar semuanya, dia terkejut dan meninggal dunia. Sekarang tinggallah aku seorang diri menanggung segala kesusahan dan penderitaan.

Aku bertanya padanya, "Bagaimana engkau bisa menanggung segala musibah ini dengan sabar?" Ia menjawab, "Barangsiapa yang memikirkan perbedaan antara kesabaran dan ketidaksabaran, tentu ia akan menemukan banyak perbedaan antar keduanya. Pahala bagi kesabaran adalah sangat besar, dan tidak ada pahala bagi ketidasabaran"

Kemudian ia membaca tiga bait syair:
Aku bersabar karena ialah peganganku yang paling baik. Seandainya ketidaksabaran bisa menolongku tentu aku akan mencobanya.

Aku bersabar atas musibah yang seandainya musibah itu diletakkan di atas gunung tentu ia akan hancur berkeping-keping menjadi debu

Sesungguhnya aku telah menahan perasaanku dan air mataku tidak pernah mengalir. Namun kini air mata itu telah jatuh sendiri dalam hatiku

kisah diambil dari Stories of the Pious, ditambah kisah dalam Fadhilah Haji karya Maulana Muhammad Zakariyya rahmatullah alaih

1 Komentar: