Seorang guru SMA menyampaikan kegelisahan dan kebingungan di wall salah satu grup pendidikan jejaring sosial Facebook. Bagaimana tidak, status Facebook salah seorang anak didiknya menyebutkan bahwa pada istirahat kedua, satu kelas nonton bokep. Dan itu baru kelas X, berarti di kisaran usia 15 – 16 tahun!
Kakak kelas mereka kelas XII, ada satu anak yang mengaku pada bu guru itu bahwa dia sudah telat 2,5 bulan. Dia cerita bahwa satu kelas 18 anak yang masih perawan cuma sekitar 5 anak.
Bu guru itu shock sekali mengingat anak-anak itu masih polos. Rasanya tidak bahwa mereka sudah mengalami petualangan seks yang dalam. Sepertinya di antara mereka semacam ada kebanggaan kalau sudah sudah mengetahui dan mengalami tentang seks.
Fenomena tersebut memang bukan terjadi di daerah Kalimantan Selatan. Tapi masih di Indonesia yang terkenal menjunjung moral dan budaya ketimuran. Kita patut prihatin dan waspada. Bukan tidak mungkin hal serupa mengancam atau bahkan suatu saat merambah banua kita. Na’udzubillah min dzalik.
Jika akhir-akhir ini lagi hangat diberitakan tentang kekerasan anak sekolahan yang berujung kematian. Maka fenomena seks bebas para siswa merupakan sisi lain yang tidak kalah berbahayanya.
Kita sebagai pendidik dan orangtua mesti menganalisa berbagai penyebab dan mencari alternatif solusi. Solusi yang lebih baik tentunya adalah yang bisa mencegah, bukan hanya sekedar bisa mengobati. Pemerintah punya kewenangan yang lebih kuat untuk mencegah semuanya.
Di era teknologi informasi dewasa ini, media massa berperan kuat membentuk karakter dan moral. Anak-anak, bahkan mungkin kita sendiri, bisa terobsesi dengan apa yang sering dilihat dan didengar. Tentu kita masih ingat tentang kasus penembakan saat pemutaran film terbaru Batman, usut punya usut, ternyata pelaku terobsesi menjadi Joker.
Memperhatikan apa yang disajikan oleh dunia hiburan televisi kita. Sebagian besar menayangkan kekerasan, dan seks bebas. Film dan sinetron kita banyak menonjolkan peran jahat, penuh tipu muslihat dan rasa permusuhan daripada rasa kasih sayang. Pamer dada dan paha hampir selalu hadir di setiap show, hingga iklan handphone sekalipun. Peluk cium dengan lawan jenis ditampilkan sebagai hal yang wajar. Mengerikan!
Mestinya pemerintah bisa jeli dan mengambil tindakan untuk hal-hal yang mengancam moral semacam ini. Teringat zaman orde baru dimana semua itu sangat jarang terjadi. Jangan-jangan reformasi ini sudah kebablasan. Kementrian Komunikasi dan Informatika kita harapkan bisa melek dan sigap berbuat.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki kewenangan yang sangat penting dalam menentukan bagaimana moral bangsa ke depannya. Di tangan kementrian inilah amanat Undang-Undang Dasar 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia, dibebankan.
Dengan program wajib belajarnya, kemendikbud mungkin sudah mampu memenuhi target penuntasan buta aksara dan memberikan akses pendidikan yang merata untuk anak bangsa. Namun jika kita lihat outcome yang ada di masyarakat, kita akan prihatin. Kasus kekerasan dan seks bebas seperti tersebut di atas adalah salah satu contoh konkritnya.
Lembaga pendidikan yang diwakili oleh SD,SMP, SMA, SMK hingga perguruan tinggi sebagai ujung tombak kemendikbud terasa lebih mementingkan kecerdasan otak daripada kecerdasan moral dan akhlak. Jumlah jam pelajaran agama dan moral sangat jauh sedikit dibanding pelajaran umum yang dibebankan dari pagi hingga siang bahkan sore hari.
Pendidikan karakter yang akhir-akhir ini digalakkan Kemendikbud seolah tak berbekas dengan adanya tuntutan pencapaian kriteria ketuntasan minimal (KKM) tiap mata pelajaran, lebih-lebih dengan adanya Ujian Nasional (UN). Tak berhenti, berita kecurangan oleh sekolah selalu hadir manakala UN dilaksanakan. Ini sangat bertolak belakang dengan tujuan pendidikan karakter sendiri.
Sungguh sedih rasanya, jika sekolah-sekolah kita menghasilkan lulusan dengan angka nilai yang tinggi di ijazah, namun diperoleh dengan cara curang. Yang ditakutkan adalah bahwa sekolah secara tidak langsung telah menciptakan individu-individu berkarakter lemah, dan bisa jadi akan menjelma sebagai koruptor-koruptor baru.
Kita berharap, karakter anak bangsa dapat lebih baik. Dan untuk mencapainya diperlukan usaha yang serius, terutama dari kemendikbud sebagai pemilik otoritas tertinggi bidang pendidikan. Harus ada evaluasi yang simultan dan komprehensif pada kurikulum pendidikan, sebagai acuan program ke depan.
Para petinggi kemendikbud perlu langsung turun ke akar rumput untuk menganalisa permasalahan di lapangan sebenarnya. Sehingga nanti akan muncul program-program inovatif, yang kadang out of the box. Membolehkan menikah bagi siswa SMA yang sudah tidak tahan lagi misalnya, meski berumur 15 -16 tahun. Toh ini lebih bertanggung jawab, resmi dan aman, ketimbang seks bebas yang berujung kena HIV AIDS atau aborsi, menanggung beban psikologis yang berat karena jadi aib keluarga dan masyarakat. Yah, semua masih perlu dikaji lebih dalam, dan kita berharap lebih pada kemendikbud.
Astagfirullohal adzim
BalasHapusnilai2 keislaman mulai pudar,
ini karena islam tak punya pemimpin sejati,
pemerintah kita tak serius memblokir konten2 negatif dari luar negri,
n sistem pendidikan yang berantakan malah di lestarikan
Seolah sistem yang ada seperti lingkaran syetan. Kita hanya bisa berharap dan berdoa serta berusaha, sebatas apa yang kita bisa. Apapun kebaikan walau terlihat kecil akan bermanfaat Insya Allah !
Hapus