Surat dari Dr.Arya Hadi Dharmawan (Dosen Ekologi Politik/Sosiologi Pedesaan
IPB Bogor). Dikutip dari milis tetangga.
=========================================
Sent: Friday, January 13, 2012 5:11 AM
Subject: [LISI] Kepada YTH Presiden RI
Bogor, 13.01.2012
Kepada YTH
Dr. Susilo Bambang Yudhoyono - Presiden RI,
di Jakarta
Semoga surat elektronik ini menjumpai anda dalam keadaan sehat, dan
tidak sedang dirundung resah dengan keadaan negeri ini, seperti saya
sedang resah oleh karenanya.
YTH Presiden RI, pekan-pekan ini negeri ini menyaksikan gejolak
gerakan anarkhis yang tak terhitung jumlahnya di desa-desa dan aras
bawah lapisan sosial negeri ini. Sekiranya anda dulu saat belajar di
IPB sempat mempelajari ilmu-ilmu sosiologi pedesaan, maka anda akan
segera paham bahwa akar persoalan itu sesungguhnya bukan kekerasan
biasa. Gejolak ini berakar kuat pada krisis pedesaan di pelosok-
pelosok negeri yang bertali-temali dengan krisis penguasaan sumber-
sumber penghidupan (tanah, air, hutan, dsb). Sayangnya, waktu terlalu
cepat dan anda tidak sempat berkenalan dengan sosiologi pedesaan.
Dengan ini, hendak dikatakan bahwa krisis yang terjadi bukanlah krisis
ekonomi biasa, tetapi krisis itu berkaitan erat dengan suasana
kebatinan sosiologis rakyat Indonesia di pedesaan yang penghidupannya
merasa terancam.
Krisis pedesaan itu sebenarnya bertali-temali dengan krisis
kependudukan dan krisis ekologi yang menambah warna krisis pedesaan
semakin kelam. Dalam suasana krisis yang kelam tersebut, rakyat
menghadapi jalan buntu kemana mereka hendak memastikan jaminan hak-hak
hidup mereka. Jalan buntu yang lebih membuat frustrasi adalah tak ada
jalan kemana mereka mengadu, karena negara [dengan seluruh
perangkatnya] menjadi terlalu asing bagi mereka. Negara menjadi asing
karena negara lebih suka mendengar bukan suara orang-orang desa,
melainkan suara lain dari pihak yang selama ini berseberangan dengan
orang-orang desa (suara pemodal yang berselingkuh dengan para rent-
seeker negeri ini).
YTH Presiden RI, bila rakyat menjadikan anarkhisme dan radikalisme
sebagai habitus/cara-hidup (terlebih dibumbui dengan kekerasan dan
perilaku kriminal) seperti yang mereka tunjukkan hari-hari ini pada
laporan media TV-TV nasional, itu tentu bukanlah sifat orang-orang
negeri ini yang sebenar-benarnya yang dikenal santun dan penuh
harmoni. Kekerasan dan anarkhi juga bukan cita-cita moral para
founding fathers kita tatkala mereka menyusun Pembukaan UUD 1945 yang
masih kita junjung tinggi bersama.
Namun, kekerasan demi kekerasan yang mereka tunjukkan adalah sekedar
reaksi atas kekerasan demi kekerasan yang menghampiri mereka setiap
hari, yang telah dilakukan oleh pihak lain yang seharusnya justru
melindungi mereka. Kekerasan oleh rakyat menjadi absah, karena negara
mendahului melakukan kekerasan dan anarkhisme melalui keputusan-
keputusan yang menekan orang-orang desa. Eksklusi yang menyebabkan
eliminasi sumber-sumber penghidupan orang desa (betapapun lemahnya
legitimasi mereka berada di suatu kawasan) tak pernah dicarikan solusi
hukum yang memadai. Bahkan keputusan hukum semakin meminggirkan
mereka. Sesungguhnya mereka (orang-orang desa itu) hanya ingin bisa
hidup cukup, tak berlebihan.
YTH Presiden RI, kita boleh berbeda pendapat, tetapi saya memandang
bahwa negara telah lebih dahulu melakukan kekerasan bergelombang dari
waktu ke waktu yang sistemik dan sistematis melalui Undang-Undang
sektoral yang banyak melukai hati anak-anak negeri ini [sebut saja UU
investasi, UU Perkebunan, UU Minerba, UU sumberdaya air dsb] dan
keputusaan-keputusan regulatif turunannya yang muaranya adalah
pemberian legitimasi dan hak-hak khusus kepada sektor swasta
(kapitalis) yang sudah lama dikenal sebagai pihak yang sering
berseberangan dengan orang desa (petani, nelayan, dan pelaku ekonomi
kecil). Saya menyebut kekerasan negara yang dilegitimasi oleh UU
(undang-undang) dan regulasi turunan (yang sering dihasilkan secara
konspiratif-terselubung oleh para pihak kepentingan ekonomki-kapital)
sebagai pemicu penting kekerasan oleh rakyat yang saat ini berlangsung
di negeri ini.
YTH Presiden RI, mohon anda memahami pandangan saya bahwa sektor
swasta-kapitalis (terutama skala raksasa dan trans-national
corporation) sebagai "anak-emas" negeri ini telah juga lebih dahulu
melakukan kekerasan dengan mengakumulasi material berlebihan dari
tanah air akibat pengagungan etika-etika moral yang sebenarnya kurang
cocok bagi negeri penuh harmoni ini. Moral ekonomi berintikan etika
yang dibangun sektor kapitalis adalah maksimisasi profit, akumulasi
modal, ekspansi usaha (tak peduli meminggirkan ekonomi rakyat kecil
yang telah ada lebih dahulu ada ataupun menghancurkan lingkungan
hidup) tanpa pandang bulu, pengagungan terhadap individualisme dan
greediness. Keangkuhan serta ketamakan para kapitalis dalam menguasai
sumberdaya alam dan merusakkan materi-materi yang ada di negeri ini
(kehancuran hutan dan masyarakat di dalamnya oleh ekspansi modal
adalah salah satu contohnya) adalah kekerasan yang nyata dan tidak
terbantahkan.
YTH Presiden RI, dengan demikian saya menyebut situasi krisis di
Indonesia tercinta yang terjadi hari-hari ini adalah KEKERASAN NEGARA,
KEKERASAN KAPITALIS, dan KEKERASAN RAKYAT yang bersatu padu mewarnai
peradaban negeri yang katanya dipenuhi oleh rasa kasih-sayang ini.
Hulu dari segala kekerasan itu sebenarnya sangat sederhana, karena
kekerasan-kekerasan itu adalah cara untuk mendapatkan sejumput
kesempatan bertahan hidup di negeri ini, secara wajar. Namun kewajaran
itu tak pernah tercapai, maka KEBERTAHANAN HIDUP HARUS DIREBUT DENGAN
CARA KEKERASAN nan SADISTIS yang dilakukan baik oleh NEGARA, SWASTA
maupun kini oleh RAKYAT. Sebuah situasi yang sangat mengenaskan bila
hal ini terjadi di negeri ini.
YTH Presiden RI..marilah kita merenung, tidakkah situasi ini
representasi sebuah PELURUHAN PERADABAN yang mengkhawatirkan bagi
bumi-nusantara yang dikenal sangat beretika santun, penuh keadilan,
dan tata-krama? Ataukah, anda melihat hal-hal ini sebagai kewajaran
sehingga anda sekedar mengutus tim ini dan tim itu sekedar untuk
"mengobati luka permukaan"? YTH Presiden RI, daku sangat berharap anda
melakukan langkah konkrit mendasar dengan mengubah keadaan ini dari
akar-akar persoalannya, bukan dari gejala yang tampak di permukaan
saja. Daku sangat berharap anda menunjukkan keberpihakan kepada orang-
orang desa dan rakyat kecil yang jumlahnya jauh lebih banyak dari
segelintir pemodal di negeri ini.
YTH Presiden RI, sebagai anak-bangsa, daku mengajak anda berpikir dan
bertindak lebih nyata dan lebih dalam lagi untuk menyikapi persoalan
krisis bangsa ini. Sengaja kutulis surat elektronik ini dalam kalimat
yang egaliter, bukan berarti daku tak menghormati anda. Daku
menghormati anda sebagai presiden RI, karenanya kutulis surat ini
kepada anda, bukan kepada yang lain, karena kutahu hanya Presiden RI
yang bisa menangani ini semua. Surat elektronik ini kubuat dalam
suasana kebatinan sebagai sesama anak bangsa yang memikirkan dan
merasakan keresahan secara bersama-sama, dan prihatin kemana
sebenarnya negeri ini akan dibawa.
Marilah kita berpikir lebih adil dan seimbang, mari kita ciptakan
kedamaian dan suasana kebatinan yang menyejukkan seluruh komponen anak
bangsa. Semoga anda diberkahi kekuatan untuk bertindak lebih jauh bagi
negeri ini oleh Allah SWT..amien.
Salam negeri tercinta,
Arya Hadi Dharmawan
Dosen Fakultas Ekologi Manusia IPB
Warga Negara RI - tinggal di Bogor Jawa Barat
Tembusan: kepada rakyat Indonesia melalui jaringan beberapa milis.
IPB Bogor). Dikutip dari milis tetangga.
=========================================
Sent: Friday, January 13, 2012 5:11 AM
Subject: [LISI] Kepada YTH Presiden RI
Bogor, 13.01.2012
Kepada YTH
Dr. Susilo Bambang Yudhoyono - Presiden RI,
di Jakarta
Semoga surat elektronik ini menjumpai anda dalam keadaan sehat, dan
tidak sedang dirundung resah dengan keadaan negeri ini, seperti saya
sedang resah oleh karenanya.
YTH Presiden RI, pekan-pekan ini negeri ini menyaksikan gejolak
gerakan anarkhis yang tak terhitung jumlahnya di desa-desa dan aras
bawah lapisan sosial negeri ini. Sekiranya anda dulu saat belajar di
IPB sempat mempelajari ilmu-ilmu sosiologi pedesaan, maka anda akan
segera paham bahwa akar persoalan itu sesungguhnya bukan kekerasan
biasa. Gejolak ini berakar kuat pada krisis pedesaan di pelosok-
pelosok negeri yang bertali-temali dengan krisis penguasaan sumber-
sumber penghidupan (tanah, air, hutan, dsb). Sayangnya, waktu terlalu
cepat dan anda tidak sempat berkenalan dengan sosiologi pedesaan.
Dengan ini, hendak dikatakan bahwa krisis yang terjadi bukanlah krisis
ekonomi biasa, tetapi krisis itu berkaitan erat dengan suasana
kebatinan sosiologis rakyat Indonesia di pedesaan yang penghidupannya
merasa terancam.
Krisis pedesaan itu sebenarnya bertali-temali dengan krisis
kependudukan dan krisis ekologi yang menambah warna krisis pedesaan
semakin kelam. Dalam suasana krisis yang kelam tersebut, rakyat
menghadapi jalan buntu kemana mereka hendak memastikan jaminan hak-hak
hidup mereka. Jalan buntu yang lebih membuat frustrasi adalah tak ada
jalan kemana mereka mengadu, karena negara [dengan seluruh
perangkatnya] menjadi terlalu asing bagi mereka. Negara menjadi asing
karena negara lebih suka mendengar bukan suara orang-orang desa,
melainkan suara lain dari pihak yang selama ini berseberangan dengan
orang-orang desa (suara pemodal yang berselingkuh dengan para rent-
seeker negeri ini).
YTH Presiden RI, bila rakyat menjadikan anarkhisme dan radikalisme
sebagai habitus/cara-hidup (terlebih dibumbui dengan kekerasan dan
perilaku kriminal) seperti yang mereka tunjukkan hari-hari ini pada
laporan media TV-TV nasional, itu tentu bukanlah sifat orang-orang
negeri ini yang sebenar-benarnya yang dikenal santun dan penuh
harmoni. Kekerasan dan anarkhi juga bukan cita-cita moral para
founding fathers kita tatkala mereka menyusun Pembukaan UUD 1945 yang
masih kita junjung tinggi bersama.
Namun, kekerasan demi kekerasan yang mereka tunjukkan adalah sekedar
reaksi atas kekerasan demi kekerasan yang menghampiri mereka setiap
hari, yang telah dilakukan oleh pihak lain yang seharusnya justru
melindungi mereka. Kekerasan oleh rakyat menjadi absah, karena negara
mendahului melakukan kekerasan dan anarkhisme melalui keputusan-
keputusan yang menekan orang-orang desa. Eksklusi yang menyebabkan
eliminasi sumber-sumber penghidupan orang desa (betapapun lemahnya
legitimasi mereka berada di suatu kawasan) tak pernah dicarikan solusi
hukum yang memadai. Bahkan keputusan hukum semakin meminggirkan
mereka. Sesungguhnya mereka (orang-orang desa itu) hanya ingin bisa
hidup cukup, tak berlebihan.
YTH Presiden RI, kita boleh berbeda pendapat, tetapi saya memandang
bahwa negara telah lebih dahulu melakukan kekerasan bergelombang dari
waktu ke waktu yang sistemik dan sistematis melalui Undang-Undang
sektoral yang banyak melukai hati anak-anak negeri ini [sebut saja UU
investasi, UU Perkebunan, UU Minerba, UU sumberdaya air dsb] dan
keputusaan-keputusan regulatif turunannya yang muaranya adalah
pemberian legitimasi dan hak-hak khusus kepada sektor swasta
(kapitalis) yang sudah lama dikenal sebagai pihak yang sering
berseberangan dengan orang desa (petani, nelayan, dan pelaku ekonomi
kecil). Saya menyebut kekerasan negara yang dilegitimasi oleh UU
(undang-undang) dan regulasi turunan (yang sering dihasilkan secara
konspiratif-terselubung oleh para pihak kepentingan ekonomki-kapital)
sebagai pemicu penting kekerasan oleh rakyat yang saat ini berlangsung
di negeri ini.
YTH Presiden RI, mohon anda memahami pandangan saya bahwa sektor
swasta-kapitalis (terutama skala raksasa dan trans-national
corporation) sebagai "anak-emas" negeri ini telah juga lebih dahulu
melakukan kekerasan dengan mengakumulasi material berlebihan dari
tanah air akibat pengagungan etika-etika moral yang sebenarnya kurang
cocok bagi negeri penuh harmoni ini. Moral ekonomi berintikan etika
yang dibangun sektor kapitalis adalah maksimisasi profit, akumulasi
modal, ekspansi usaha (tak peduli meminggirkan ekonomi rakyat kecil
yang telah ada lebih dahulu ada ataupun menghancurkan lingkungan
hidup) tanpa pandang bulu, pengagungan terhadap individualisme dan
greediness. Keangkuhan serta ketamakan para kapitalis dalam menguasai
sumberdaya alam dan merusakkan materi-materi yang ada di negeri ini
(kehancuran hutan dan masyarakat di dalamnya oleh ekspansi modal
adalah salah satu contohnya) adalah kekerasan yang nyata dan tidak
terbantahkan.
YTH Presiden RI, dengan demikian saya menyebut situasi krisis di
Indonesia tercinta yang terjadi hari-hari ini adalah KEKERASAN NEGARA,
KEKERASAN KAPITALIS, dan KEKERASAN RAKYAT yang bersatu padu mewarnai
peradaban negeri yang katanya dipenuhi oleh rasa kasih-sayang ini.
Hulu dari segala kekerasan itu sebenarnya sangat sederhana, karena
kekerasan-kekerasan itu adalah cara untuk mendapatkan sejumput
kesempatan bertahan hidup di negeri ini, secara wajar. Namun kewajaran
itu tak pernah tercapai, maka KEBERTAHANAN HIDUP HARUS DIREBUT DENGAN
CARA KEKERASAN nan SADISTIS yang dilakukan baik oleh NEGARA, SWASTA
maupun kini oleh RAKYAT. Sebuah situasi yang sangat mengenaskan bila
hal ini terjadi di negeri ini.
YTH Presiden RI..marilah kita merenung, tidakkah situasi ini
representasi sebuah PELURUHAN PERADABAN yang mengkhawatirkan bagi
bumi-nusantara yang dikenal sangat beretika santun, penuh keadilan,
dan tata-krama? Ataukah, anda melihat hal-hal ini sebagai kewajaran
sehingga anda sekedar mengutus tim ini dan tim itu sekedar untuk
"mengobati luka permukaan"? YTH Presiden RI, daku sangat berharap anda
melakukan langkah konkrit mendasar dengan mengubah keadaan ini dari
akar-akar persoalannya, bukan dari gejala yang tampak di permukaan
saja. Daku sangat berharap anda menunjukkan keberpihakan kepada orang-
orang desa dan rakyat kecil yang jumlahnya jauh lebih banyak dari
segelintir pemodal di negeri ini.
YTH Presiden RI, sebagai anak-bangsa, daku mengajak anda berpikir dan
bertindak lebih nyata dan lebih dalam lagi untuk menyikapi persoalan
krisis bangsa ini. Sengaja kutulis surat elektronik ini dalam kalimat
yang egaliter, bukan berarti daku tak menghormati anda. Daku
menghormati anda sebagai presiden RI, karenanya kutulis surat ini
kepada anda, bukan kepada yang lain, karena kutahu hanya Presiden RI
yang bisa menangani ini semua. Surat elektronik ini kubuat dalam
suasana kebatinan sebagai sesama anak bangsa yang memikirkan dan
merasakan keresahan secara bersama-sama, dan prihatin kemana
sebenarnya negeri ini akan dibawa.
Marilah kita berpikir lebih adil dan seimbang, mari kita ciptakan
kedamaian dan suasana kebatinan yang menyejukkan seluruh komponen anak
bangsa. Semoga anda diberkahi kekuatan untuk bertindak lebih jauh bagi
negeri ini oleh Allah SWT..amien.
Salam negeri tercinta,
Arya Hadi Dharmawan
Dosen Fakultas Ekologi Manusia IPB
Warga Negara RI - tinggal di Bogor Jawa Barat
Tembusan: kepada rakyat Indonesia melalui jaringan beberapa milis.
Pak, apakah bisa sampai surat ini ke ybs? saya ragu..
BalasHapusThea-Bogor