Seharusnya
Seharusnya jam segini saya lagi siap-siap mau berangkat shalat Idul Adha sekaligus menyampaikan khutbahnya.
Sejak dua bulan lalu panitia sudah mengkonfirmasi kepastian kehadiran saya menyampaikan khutbah di masjid mereka.
Namun waktu itu saya bilang kita lihat kondisi. Sebab kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Apakah kondisi semakin baik atau semakin gawat.
Tiba-tiba pengurus masjid lain mengajukan permintaan khutbah juga. Saya tolak dengan alasan bahwa saya sudah punya jadwal khutbah sendiri.
Hanya saja sifatnya masih tentatif, apakah tetap berjalan atau dibubarkan. Rupanya jawaban saya malah semakin bikin pengurus masjid kedua semakin bernafsu.
Mereka bilang, semoga di masjid sana shalatnya dibatalkan, biar ustadz kesini saja shalatnya.
Dan kami minta izin akan pasang spanduk pengumuman di jalanan dengan memasang foto ustadz.
Wah jangan gitu dong, jawab saya.
Di masjid sana kan belum tentu batal, masak kalian sudah pasang spanduk bahwa saya akan shalat di masjid lain? Itu tidak ilok namanya.
Lagian kalau pun shalat di masjid sana dibatalkan karena suatu hal, pastinya hal itu juga akan membatalkan shalat di masjid anda juga.
Waktu itu Jakarta sudah mulai naik tapi di pinggiran masih belum. Beda Pemda beda kebijakan.
Tapi . . .
Akhirnya hari ini kita pun ber-PPKM se Jawa dan Bali. Tidak ada shalat id kecuali dilakukan di rumah masing-masing.
Masjid pertama batal menyelenggarakan shalat Idul Adha dan masjid kedua pun batal juga.
Makanya hari ini hari bersejarah yang pastinya akan tercatat dalam pelajaran anak sekolah ke depan. Buat cerita anak cucu nanti, bahwa hari ini untuk kedua kalinya kita shalat Ied di rumah.
Yang pertama tahun lalu, kita shalat Iedul Fithr di rumah. Yang kedua sekarang ini, kita shalat Idul Adha di rumah lagi.
Semoga tahun depan kita bisa kembali normal, menjalankan shalat Iedul Fithri dan Idul Adha berjamaah bersama seluruh lapisan masyarakat.
Amin ya rabbal alamin.
https://www.facebook.com/100000219936471/posts/4872262249457725/
0 Komentar:
Posting Komentar