Pengalaman adalah guru yang paling baik, kira-kira begitu lah kalimat mutiara yang sering kita dengar. Pengalaman itu bisa pengalaman kita sendiri atau pengalaman orang lain yang kita lihat atau kita dengar tentang yang bersangkutan. Selanjutnya ini lah salah satu pengalaman yang hendak saya tuliskan dan ingin saya ambil pelajaran. Saya tuliskan bukan berarti hendak membicarakan aib teman. Tetapi semata agar kita bisa mengambil pelajaran.

Sandal jepit ke Bangladesh


Ceritanya bermula ketika saya dan teman-teman hendak melakukan perjalanan pulang dari mengikuti acara tabligh akbar tingkat Kalimantan Selatan, dua hari yang lalu. Teman saya berjumlah enam orang, sehingga kami satu mobil jumlahnya 7 orang semuanya. Sesuatu yang tidak enak dialami 3 orang teman saya. Ketika hendak pulang, sandal mereka raib, tidak ditemukan. Kemungkinannya adalah sandal ketiga teman saya itu dibawa orang lain, bisa jadi karena sama sandalnya. Atau ada yang "pinjam" sebentar untuk ke toilet atau apa.

Saya dan teman-teman naik mobil dengan tujuan pulang ke Kandangan. Di dalam mobil, terdengar keinginan untuk beli sandal di toko dalam perjalanan. Sampai di Martapura, kami singgah di rumah teman. Jam dinding kurang lebih menunjukkan pukul 12 siang. Waktu zuhur sekitar 30 menit lagi. Kami dijamu dengan teh panas, roti tawar dengan susu enak dan amplang. Bahkan diluar dugaan, sang tuan rumah menawarkan untuk makan siang di rumahnya itu sehabis sholat zuhur. Sungguh rezeki tidak disangka jika memang makan di situ. Dalam benak saya rasanya diberi suguhan yang saya sebut itu pun patut disyukuri, apalagi jika memang jadi makan siang juga. Dalam hati saya memang tidak ada mengharap makan siang gratis, tadi ketika berangkat bayangan saya nanti makan siang di warung dalam perjalanan.

Waktu sholat zuhur, kami berjamaah di masjid besar yang jaraknya cukup dekat. Sebelum pergi ke masjid, tuan rumah sempat meminjamkan tiga pasang sandal jepit untuk teman yang tidak pakai sandal. Selesai sholat, saya pergi ke belakang dan setelah kembali tidak melihat lagi teman-teman di dalam masjid. Saya coba cari di parkiran, mobil kami masih ada terparkir. Saya hubungi sopir, katanya mereka beberapa pergi ke pasar untuk beli sandal (sandal jepit). Saya diminta menunggu dekat mobil.

Tidak lama tiga orang teman saya yang ke pasar tadi datang. Saya lihat tidak tampak bahwa mereka beli sandal jepit. Sandal jepit yang dipakai di kaki mereka adalah sandal jepit dari tuan rumah teman kami. Ketika saya tanya tentang ihwal beli sandal atau tidak. Mereka menjawab harganya larang. "Berapa?" tanya saya. "tujuh ribu". katanya biasanya di kampung cuma lima ribu. Busyet! Cuma beda dua ribu rupiah kok tidak beli, pikir saya.

Kami pun makan siang di rumah teman kami yang baik hati itu. Makan siang yang alhamdulillah nikmatnya. Ketika makan, teman itu sempat tanya apakah jadi beli sandal. Akhirnya dibilangin bahwa kayaknya "dimahalin" oleh yang jual sandal, sehingga tidak jadi beli. Untung saja tidak ditanya berapa harganya, dan juga tidak disebut berapa harga yang dianggap "mahal" itu.

Tidak lama setelah makan, kami pun melanjutkan perjalanan pulang ke Kandangan. Dari tiga orang teman saya yang pinjam sandal tuan rumah ketika pergi ke masjid, dua orang "kok tega" tetap memakai sandal jepit itu untuk dibawa pulang. Satu orang yang menurut saya masih tahu diri, sehingga naik mobil rela pake ceker.

Tapi yang dua itu, menurut saya tidak patut ditiru. Sudah dikasih suguhan, terus dipinjamin sandal untuk ke masjid, dan sudah dikasih makan, masih juga tega "minta" sandal jepit. Padahal tadi habis sholat di masjid sudah ke toko di pasar, cuma beda beberapa rupiah saja kok tidak beli, eh... malah tega "minta" sandal jepit teman yang sangat baik hati menjamu dan melayani. Kok tidak merasa malu ya. Apa memang tidak punya uang untuk beli sandal jepit, ah! rasanya tidak mungkin. Astaghfirullah...

Sekali lagi bukan untuk menceritakan aib ya, hanya tulisan pengalaman untuk diambil pelajaran. Yang namanya rezeki kan apa yang kita makan, kita gunakan atau kita pakai dan kita sedekahkan. Jadi kalau masih berwujud uang yang ada di kantong kita, itu bukan pasti rezeki kita. itu belum tentu nanti kita makan atau kita pakai. Mestinya ya beli saja sandal jepit dengan uang yang ada, yang penting uangnya ada dan cukup. Lain halnya jika uangnya tidak ada atau tidak cukup. Jangan pelit lah ya. Betul memang, barangsiapa yang pelit, pelit itu akan menyakiti diri sendiri. Dan juga, rezeki dari Allah SWT, harus yakin itu.

0 Komentar:

Posting Komentar