Jadi teringat dengan obrolan saya dengan seorang sopir taksi yang saya tumpangi kemaren siang, Kamis, 3 Januari 2013. Masih ingat saya nama sang sopir, Pak Chaniago. Pria yang berdarah Padang namun kelahiran Jakarta itu kurang lebihnya mengatakan demikian, "yang miskin rakus, yang kaya foya-foya".
Kalimat tersebut muncul dalam obrolan ringan kami ketika mobil taksi bergerak menyusuri jalan dari depan Kementrian Agama (dekat lapangan banteng) menuju kediaman saya di daerah Salemba. Pak Chaniago ingin menggambarkan sifat manusia umumnya. Orang miskin biasanya sangat ingin punya banyak uang agar hidupnya enak. Tidak jarang orang menjadi khilaf karena keinginan yang begitu kuat itu, hingga menggunakan segala cara untuk mendapatkan uang. Dengan merampok (oleh beberapa sopir taksi) adalah salah satu contoh keserakahan manusia itu.
Selanjutnya, setelah kaya, sudah punya banyak uang, kebanyakan orang bisa lupa bersyukur. Akibat yang terjadi adalah menghamburkan uang dengan foya-foya. Bisa dilihat contohnya pada para selebriti atau para pengusaha atau pejabat di negeri kita. Lebih-lebih anaknya. Tidak jarang mereka menggunakan uang untuk hal yang sia-sia bahkan sampai kepada hal yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain, mengkonsumsi narkoba misalnya.
Itu lah tipu daya uang. Tipu daya dunia!
Kebetulan saya hari ini membaca Koran Tribun Jakarta. Diantaranya diberitakan tentang kecelakaan maut seusai perayaan malam tahun baru 1 Januari 2013 yang melibatkan putra Bapak Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa. Dua orang meninggal dalam kecelakaan itu. Putra bungsu sang menteri, yakni M. Rasyid Amarullah sendiri juga masuk rumah sakit. Bahkan terindikasi syok.
Yang jadi perhatian saya, salah satu judul berita tentang kecelakaan itu adalah "Tarif Kamar Rp. 2,650 juta per hari". Ditulis dengan huruf warna merah seperti gambar di bawah. Rupanya itu adalah tarif kamar rumah sakit untuk perawatan bagi putra bungsu sang menteri.
sumber: digital.jakarta.tribunnews.com/edition/2013/01/03/petang |
Mungkin orang menilai wajarlah harga itu untuk ukuran seorang menteri. Tetapi bagi saya itu adalah ukuran yang sangat sangat besar (sengaja diulang dua kali kata 'sangat' nya). Lebih besar dari uang gaji saya yang dikirim dari kampung kemaren Kamis. Bayangkan, gaji satu bulan saja masih kalah dengan pengeluaran anak menteri 1 hari. Padahal hanya untuk terapi syok. Ini pastinya berbeda dengan apa yang didapat oleh keluarga korban yang meninggal. Yang tentu lebih berat kadar syoknya dari yang dialami oleh tersangka.
Sungguh saya miris membacanya. Betapa jauh jurang pemisah antara si kaya dan si miskin di bumi Indonesia ini. Sulit sepertinya menemukan tabiat para pejabat dan keluarganya yang mencontoh kesederhanaan Rasulullah SAW dan para sahabat beliau Radhiallahu anhum Ajmain. Itu barang langka jika memang ada di Indonesia.
0 Komentar:
Posting Komentar