Daud Beureu'eh

Ah, kemana saja aku selama ini, sampai-sampai kisah indah Daud Beureu'eh terlewat. Membaca kisah hidupnya serasa dibawa ke zaman Aceh di awal-awal kemerdekaan. Aceh yang terkenal heroik di masa penjajahan Belanda, menemukan wujud keheroikannya dalam diri Daud Beureu'eh di masa awal kemerdekaan RI. Tapi sayang, buku2 sejarah mencatatnya sebagai pemberontak. Sebuah catatan yg menurutku tak adil.
Tak ada yang menyangkal kontribusi perjuangan rakyat Aceh terhadap kemerdekaan negeri ini. Bahkan Aceh lah satu-satunya wilayah Indonesia yang tak berhasil ditaklukan Belanda. Perlawanan tak pernah henti, selalu berkobar disana.
Masyarakat Aceh adalah masyarkat yang relijius. nilai-nilai Islam telah melekat erat disana selama ratusan tahun. Ketika Soekarno memproklamasikan kemerdekaan negeri ini, maka Aceh pun menyambut dengan suka cita. Aceh menyumbang tak hanya darah tetapi juga harta. Aceh disanjung-sanjung sebagai "daerah modal'-dan memang Aceh menjadi modal bagi tegaknya kembali RI. Akan tetapi, setelah RI tegak kembali, Aceh dilupakan dan dibiarkan terlantar. Saat itu Aceh meminta kepada Soekarno untuk dijadikan provinsi khusus yang berhak menerapkan Syariat Islam. Tetapi permintaan itu ditolak. Aceh digabungkan dengan Provinsi Sumatra Utara dan tak boleh menerapkan Syariat Islam. Daud Beureuh kecewa. Padahal permintaannya hanya sesederhana itu saja.
Teungku Muhammad Daud Beureu'eh geram dengan pemerintahan Soekarno yang tak kunjung memberikan otonomi khusus kepada rakyat Aceh untuk menjalankan syariat Islam. Ia juga kesal dengan Jakarta yang sama sekali tidak memedulikan nasib generasi muda Aceh yang belum mendapatkan pendidikan yang layak. Padahal Aceh adalah daerah modal bagi Indonesia dalam mencapai kemerdekaan setelah agresi Belanda kedua dilancarkan.
Daud Beureu'eh mengetahui bahwa kedekatan Soekarno dengan PKI telah mengakibatkan Soekarno berkhianat atas janjinya untuk memberlakukan syariat Islam setelah Indonesia merdeka. Terhadap kedekatan Soekarno dengan PKI itu, Daud Beureu'eh sendiri beberapa kali mengirim surat untuk mengingatkan dan menegur Soekarno. Diantara isi suratnya berbunyi : "Wahai Bung Karno, jangan terlalu dekat dengan PKI. Kita mendirikan Republik ini dengan darah orang Islam. Jangan engkau terpikat dengantipu daya mereka."
Kekesalan Daud Beureu'eh memuncak saat berkembang isu yang mengatakan bahwa Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo berencana menghabisi 300 nyawa tokoh-tokoh Aceh yang masuk dalam daftar hitam pemerintah.
Teungku Daud Beureuh, seorang ulama kharismatis yang disegani seluruh rakyat Aceh berkata," Aceh menyumbangkan dua helikopter. Aceh juga menyumbangkan sebongkah emas untuk Soekarno, untuk negeri ini. Tapi apa balasannya setelah negeri ini merdeka? Jangankan Soekarno memenuhi janji dan ikrarnya, malahan Soekarno telah mengkhianati cita2 revolusi itu sendiri. Soekarno justru menghidupkan segala macam maksiat dan kemungkaran. Soekarno menentang Islam, memisahkan Islam dari negara dan pemerintahan. Malah Soekarno mengusahakan supaya Islam itu terpisah dari masyarakat luas, masyarakat kita. Inilah sebabnya mengapa saya mengangkat senjata. dan saya berjanji walaupun sekarang saya sudah berada di tengah-tengah masyarakat, sekali lagi saya berjanji, bahwa perjuangan ini kita teruskan hingga kemenangan tercapai, melaksanakan hukum Alloh di negeri kita atau hingga tiba ketentuan Alloh untuk kita," ucap Daud Beureu'eh dalam pidatonya.
Pada tanggal 21 September 1953, Daud Beureu'eh secara resmi mulai melancarkan Revolusi Islam di Aceh dan sekitarnya. Pada tanggal inilah Negara Islam Indonesia di Aceh di proklamirkan.
Pemerintah RI di bawah pimpinan Soekarno dan Ali Sastroamidjojo, serta merta memaklumkan perang terhadap NII Aceh. Mereka melancarkan pertempuran, pembunuhan yang buas. Mereka membunuh dengan tidak pandang bulu, baik laki-laki maupun perempuan, tua ataupun muda, serta kanak-kanak yang belum tahu apa-apa. Terjadilah pembunuhan massal di kampung-kampung, pemusnahan harta benda dan sumber-sumber penghidupan rakyat, pembakaran rumah, pembakaran desa, penangkapan, penyiksaan, dan pemerkosaan. Seluruh rakyat Aceh berduka. Mereka tak menyangka akan diserang habis-habisan oleh saudaranya sendiri.
*bersambung*

Daud Beureu'eh dan PRRI #2
Rezim Soekarno mengambil sikan dan tindakan keras untuk menumpas NII Aceh. Mereka menurunkan ribuan tentara. Sikap ini bertolak belakang dengan tindakan Soekarno yang teramat lunak terhadap PKI. Padahal PKI telah nyata-nyata melakukan makar di tahun 1948. Saat itu Soekarno berangkulan mesra dengan PKI. Tak heran jika PKI, PNI, Perti, dan kaum feodal mendukung sepenuhnya tindakan tangan besi Soekarno terhadap rakyat Aceh yang relijius. Para pemimpin PKI, PNI, Perti itu menuntut agar seluruh rakyat dipersenjatai. adapun para pejabat RI yang tak disenangi dan dicurigai harus segera dipecat dari jabatan-jabatan mereka.
Memperhatikan kondisi umum Indonesia, terutama di Sumatera bisa membahayakan ummat Islam, maka para pemimpin partai Masyumi turun ke daerah-daerah konflik. Mereka berusaha menenangkan suasana. Akan tetapi setelaj melihat kondisi di lapangan secara langsung yang ternyata sangat merugikan bahkan membinasakan ummat Islam, akhirnya tokoh-tokoh penting Masyumi sendiri akhirnya ikut melancarkan pemberontakan.
Pada mulanya perlawanan ini di luar rencana Masyumi sendiri. Adapun para pemimpin Masyumi yang ikut memimpin pemberontakan di antaranya dalah Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Moh.Natsir, Mr. Burhanudin Harahap, Dr.Asaat, Sutan Mansur, dan Malik Ahmad. Mereka memproklamirkan berdirinya PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia).
Semula diharapkan dalam masa 3 tahun pemberontakan bisa mencapai kemenangan, setidak-tidaknya pada taraf yang minimal. Smebab kekuatan militer dan persenjataan yg dimiliki PRRI termasuk modern. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Hanya dalam asa 3 tahun, semua kota besar dan kota kecil dikuasai TNI kembali. Dengan demikian, perang yang semula direncanakan secara frontal berubah menjadi perang gerilya.
Setelah pemberontakan berlangsung beberapa tahun, PRRI berganti nama menjadi RPI (Republik Persatuan Indonesia). Saat itu Moh. Natsir selaku pemimpin RPI mengadakan kontak dengan NII (Negara Islam Indonesia). RPI mengajak NII bergabung dalam satu negara yang berbentuk federasi. Ajakan kerjasama ini disambut oleh Daud Beureu'eh.
Moh Natsir menjelaskan bahwa RPI adalah satu negara yang secara mutlak mengakui kedaulatan di tangan Alloh SWT, dan RPI adalah negara berbentuk federasi yang menjiwai ketatanegaraan Islam. RPI menjamin ketatanegaraan Islam bagi setiap negara bagian sehingga negara bagian bebas menjalankan hukum syariat ISlam bagi masyarakat Islam seluruhnya.
Setelah RPI diumumkan pada 8 Februari 1960, Aceh menjadi negara bagian pertama dengan nama Republik Islam Aceh. Kemudian daerah-daerah lain di Sumatera pun menyusul seperti Republik ISlam Sumatera Timur, Republik Islam Andalas Bonabulu, Republik Islam Riau, Republik Islam Minangkabau, Republik Islam Jambi, Republik Islam Palembang, Republik Islam Sulawesi Selatan, dll.
Akan tetapi NEgara Federasi Republik Persatuan Indonesia ini tidak bertahan lama. Pada bulan Juni dan Juli 1961, tiba-tiba terjadi penyerahan RPI terhadap TNI secara besar-besaran dan bergelombang. Sejumlah Panglima Daerah Militer yang dulu memberontak, akhirnya menyerah kepada pemerintah pusat di Jakarta. Tokoh-tokoh militer yang menyerah itu umumnya terdiri dari tokoh-tokoh sosialis dan kristen. Mereka kecewa dengan kenyataan bahwa negara-negara bagian RPI mengumumkan dirinya masing-masing sebagai Republik-epublik Islam. Mereka khawatir bahwa perjuangan melalui RPI akan berakhir dengan kemenangan Islam. karena itu, mereka memilih untuk menyerah kepada rezim Soekarno.
Menyikapi perkembangan situasi ini, Soekarno mengambil kesempatan sebaik-baiknya untuk menghancurkan pemberontakan itu seluruhnya. Soekarno kemudian mengumumkan pemberian amnesti, abolisi, dan pemgampunan umum kepada semua pemberontak yang siap menyerah. Di luar perkiraan, sambutan di kalangan RPI amat antusias hingga akhirnya perlawanan ini berhasil ditumpas.
Sebelum RPI menyerah secara resmi, Daud Beureu'eh sebenarnya telah mengambil jalan lebih awal, yakni menyatakan dirinya memisahkan diri dari RPI dan NKRI. Pada 15 Agustus 1961, Daud Beureu'eh mengumumkan berdirinya Republik Islam Aceh yang berdiri sendiri. Hal ini dilakukan melihat perkembangan RPI yang terlihat rentan.
Pada 1962, Jenderal Ah Nasution mengutus Kol Moh Ibrahim untuk berunding dengan Daud Beureu'eh. Mendengar ajakan berunding ini, daud Beureu'eh langsung berkata," Saya mau berunding kalau diterapkan syariat Islam di aceh. Darah orang Aceh yang tertumpah, mungkin sama banyaknya dengan air yang mengalir di Aceh ini. Maka saya akan pertaruhkan segalanya demi tegaknya syariat Islam di Aceh!"
*bersambung*

BANDA ACEH DULU

0 Komentar:

Posting Komentar