Sekitar pukul tiga waktu indonesia tengah, belum lama tiba di rumah, kedengaran bunyi sepeda motor yang sedang konvoi di jalanan depan rumahku. ku perkirakan puluhan banyaknya. Bisa jadi hampir seratusan. Pengendaranya adalah para siswa kelas XII SMA yang dinyatakan lulus tahun ini, tahun pelajaran 2008/2009.

Hari ini memang hari dimana hasil ujian nasional (UN) 2009 wilayah kabupaten Hulu Sungai Selatan diumumkan. Sudah kebiasaan, jika mereka (siswa) lulus, merayakan kesyukurannya dengan konvoi bersepeda motor di jalanan. Sebelum konvoi, terlebih dahulu harus corat moret pakaian seragam dengan pilux (cat semprot). Entah kapan mulainya tradisi itu aku tidak tahu. Tetapi itu cuma dilakukan oleh siswa yang bersekolah dalam kota (Kabupaten)

Dulu sewaktu aku dan kawan-kawan dinyatakan lulus dari Madrasah Aliyah Negeri 1 Sungai Paring Kandangan (MANTUSEIPAKA),tidak seperti itu halnya. Tidak ada saling semprot cat, juga konvoi. Sekolah (madrasah) kami memang letaknya di kecamatan, karenanya bisa jadi kebiasaan itu tidak biasa bagi siswa di kecamatan.

Sekarang pun, siswa kami (sekarang aku kan udah jadi guru.. he..) di SMA Negeri 1 Angkinang (SMA SANANG) tidak melakukan itu juga. Padahal kelulusannya seratus persen lo! Tiga puluh enam siswa lulus semua, tidak ada yang tidak lulus. Ini merupakan lulusan pertama sejak SMA kami didirikan tiga tahun yang lalu.

Lewat sekitar sepuluh menit dari setengah empat, adzan di langgar berkumandang. Aku pun beranjak memenuhi undangan-Nya. Tak tahunya berpapasan dengan mereka yang sedang konvoi tadi. Kali ini berbalik arah. Sebagian ada yang membunyikan klakson, berusaha menarik perhatian orang-orang di sekitar jalan tempat mereka lewat.

Ku lihat pakaian mereka semua sudah kena cat semua, warna-warni. Bahkan ada yang sampai ke rambut segala. Masya Allah.. Seketika terlintas di pikiranku, kenapa cara mensyukuri nikmat Allah kok seperti itu. Ini sudah waktunya Sholat Ashar, perintah yang wajib! Mestinya segera melaksanakan perintah-Nya, sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang diberikan-Nya. Bukan sebaliknya, Sholat dicuekin.

Kalau dipikir-pikir, kelulusan ujian nasional sekarang ini tidaklah membanggakan. Itu menurutku. Nilainya itu. Nilainya itu yang tidak patut dibanggakan. Semua sudah pada tahu, rahasia umum, dimana-mana umumnya hasil ujian nasional bukan murni hasil kerjaan siswa dengan cara yang jujur. Banyak praktik kecurangan yang terjadi. Sebab itu menyangkut citra sekolah, citra dinas pendidikan kabupaten, terus ke atas ada dinas pendidikan provinsi...

Mendapatkan nilai sembilan untuk matematika di ujian nasional tidaklah sulit seperti dulu. Bisa jadi rata-rata siswa mampu mendapat nilai delapan. Itu sih juga tergantung dengan guru matematika-nya. Jago apa tidak. Mata pelajaran lain yang sulit-sulit, full rumus (fisika, kimia), tidak jauh beda.

Lain halnya dengan waktu kami dulu ujian, dulu masih EBTANAS namanya. Mendapatkan nilai enam koma sekian pada mata pelajaran matematika dan tujuh koma sekian pada mata pelajaran kimia, sangat bangga rasanya. Itu sudah yang paling tinggi di jurusan IPA sekolah kami.Ada rasa bangga pada diri sendiri, walau nilai mata pelajaran lain ada yang empat koma sekian. Bangga karena nilai itu hasil kerjaan sendiri. Hasil jerih payah belajar habis-habisan. Banyak kertas jadi korban untuk latihan. Dinding kamar penuh dengan poster full rumus. Beda dengan sekarang. Sangat jauh beda! Tidak usah belajar pun, siswa yang nilai harian matematikanya paling ancur di kelas, bisa memperoleh nilai paling tinggi di ujian nasional.

Ujian Nasional yang maksudnya untuk meninggikan mutu pendidikan, malah sebaliknya. Membuatnya hancur berkeping-keping.

Bagaimana menurut Anda ???

0 Komentar:

Posting Komentar