‘BATAMAT SAMBAHIYANG’

MUNGKIN karena dikira ‘panyambahiYang’ 😁 saya beberapa kali diajak – lebih tepatnya ditodong – diskusi cenderung berdebat oleh saudara kita yang menyatakan diri ‘Batamat Sambahiyang’.

Dari beberapa kali diskusi itu saya jadi mendapat sedikit simpulan, bahwa jangan coba-coba mengajukan dalil dari sumber primer (qur’an dan hadits) untuk menyanggah atau membantah mereka, karena pernyataan dan pertanyaan mereka justru sering keluar dari konteks kedua sumber itu. 

Jangan pula bicara tentang silogisme, qiyas, musthalah hadits, matan (matn, teks), sanad (tranmissi, silsilah keguruan), dan tentang proses penetapan atau pengambilan hukum Islam standar lainnya.

Meski sesekali mereka menggunakan nash primer, eh malah ditafsirkan menurut selera mereka sendiri. 

Suatu kali, mereka pernah memberikan pernyataan berikut di hadapan saya: 

“Sebenarnya semua kita adalah KAFIR (كافر‎).”

Saya bertanya, “Maksudnya?”

Jawab mereka:

“K (ك) = KANA’AH, ‎yaitu kita harus menerima apa adanya atas apa yang sudah diberikan Tuhan.” 

“P (ف) = PASRAH, yaitu kita harus pasrah dengan segala apa yang sudah ditentukan Tuhan.” 

“R (ر) = RIDHA, yaitu kita harus ridha atas segala yang sudah ditetapkan Tuhan.” 

Mengetahui pernyataan mereka itu bukan berdasar dari sumber primer, maka dengan sok tahu dan sedikit lancang saya membalas pernyataan mereka tersebut dengan pernyataan pula. 

Saya katakan, “Sebenarnya, KAFIR (كافر) itu bisa juga diartikan sebagai berikut:

“K (ك) = KARAMPUT, yaitu bahwa semua kita memang tak luput atau suka BAKARAMPUT atau berdusta.”

"P (ف) = PAMALAR, yaitu karena sifat dasar kita sebagai manusia memang suka PAMALAR atau kikir.”

“R (ر) = RANYAU, yaitu karena kita sebagai manusia memang suka RANYAU atau ngawur dalam berpendapat dan bersikap.”

Pernyataan ini benar saya sampaikan kepada mereka, dan untungnya mereka tak lagi memberikan pernyataan lain atau melakukan bantahan. Untungnya lagi, mereka tidak melakukan intimidasi atau ancaman fisik, karena segala sesuatunya sudah saya perhitungkan. 💪☺️

Pada kesempatan yang lain mereka juga memberikan pertanyaan: 

“AlLah itu terdiri dari huruf Alif (ا) Lam (لّٰ) dan Ha (ه) yang jika disambung menjadi اللّٰه. Pertayaannya, apakah isi di dalam lubang huruf Ha (ه) itu?”

(Huruf HA dari pertanyaan mereka adalah TA MARBUTA (ة) (Bahasa Arab: تاء مربوطة, huruf TA yang bulat) yaitu varian dari huruf TA (ت) yang melambangkan fonem /T/ atau /H/).

Terus terang saya mengakui kalau saya tidak bisa menjawabnya. Namun ketika saya tanya balik, mereka juga tidak mau memberikan jawabannya. 

Namun maksud sebenarnya dari pertanyaan mereka itu bukanlah sekadar pertanyaan, melainkan bertujuan untuk mengukur sekaligus menguji kemampuan lawan diskusi mereka, bahwa jika belum mengenal siapa itu AlLah – di antaranya mengetahui ISI yang ada di dalam lubang huruf TA MARBUTA (ة) tersebut – maka jangan dulu menyembahNYA, karena semuanya hanya akan sia-sia belaka. 

Di kesempatan yang lain lagi mereka juga pernah bertanya:

“Ali binnya Abi Thalib. Ustaman binnya Affan. Umar binnya Khattab. Nah, kalau Abu Bakar binnya siapa?” 

(Abu Bakar yang dimaksud mereka di sini adalah Abdullah bin Abu Quhafah atau yang lebih dikenal dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq, yaitu salah seorang pemeluk Islam awal, seorang sahabat utama Nabi, khalifah pertama yang di-bai'at sepeninggal Nabi Muhammad SAW wafat dan juga ayah mertua Nabi Muhammad SAW). 

Saya tidak menjawab pertayaan mereka, karena saya juga menduga bahwa pertayaan itu bukan sekadar pertanyaan semata, tapi hanya untuk menguji bahkan mungkin semacam sebuah jebakan. Saya kemudian juga mengajukan pertanyaan:

“Memangnya kalau kita tahu siapa binnya (orang tuanya) Abu Bakar kenapa sih?” (Apa iya ya saya waktu itu pakai “sih” segala? 😊)

Mereka juga tidak memberikan jawaban. Karenanya saya kembali bertanya: 

“Sebelum kita membahas siapa binnya Abu Bakar sahabat Nabi itu, tak usah jauh-jauh, siapa bin dari kakek Anda?” 

Sontak mereka juga tidak bisa menjawabnya. 😊

Sebenarnya, kalau kita merujuk ke sejumlah sumber, nama lengkap Abu Bakar adalah 'Abdullah bin 'Utsman bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhar, dan dia bernama Quraisy bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan at-Taimi al-Qurasyi. 

Sumber lain ada yang memperdebatkan bahwa nama asli Abu Bakar tidak pasti, ada yang menyebut Abdullah, Abdul Ka'bah dan Atiq sebagai namanya.

Ibu dari Abu Bakar adalah Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim. Ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim. Bertemu nasabnya dengan Nabi Muhammad SAW pada kakeknya yang bernama Murrah bin Ka'ab.

Kembali ke laptop. 

Berikut cerita seorang kawan saya saat berdiskusi dengan mereka. Waktu ia baru pulang dari langgar di dekat rumahnya sehabis melaksanakan shalat subuh berjamaah. Sebelum ke rumah ia singgah di warung langganannya. (Perlu dicatat, bahwa menurut survey, 11 dari 10 lelaki urang Kandangan katuju mawarung. 😁)

Baru duduk di bangku warung, seseorang menanyai kawan saya, “Kamu dari mana dan habis apa?”

“Dari langgar, melaksanakan shalat subuh,” jawab teman saya.

“Kenapa kalau shalat harus di langgar?” tanya orang itu lagi. 

“Kata Nabi, kalau shalat berjamaah di tempat azan dikumandangkan, pahalanya akan berlipat sebanyak 70 kali ketimbang dilaksanakan di rumah,” jawab teman saya normatif.

Orang itu seketika memberikan ultimatum, “Kalau shalat hanya mengharapkan pahala, maka sujudmu hanya ‘baluluwas lu*ng bu*it haja!”

Teman saya tak lagi memberikan jawaban atau sekadar berkomentar, karena ia tahu siapa lawan bicaranya dan ke mana arah pembiraan yang akan diajukan orang itu. Pertanyaan orang itu ibarat ‘kuring mancari lalat’. Ia segera memesan minuman, mengambil kue dan menyantapnya dengan santai seperti biasa, seolah tak terjadi apa-apa. 

Sengaja pula pagi itu ia menyantap kue dan minumannya dengan agak cepat dari biasanya, membayarnya, juga membayarkan minuman semua pengunjung warung yang lain, kecuali si beliau yang mengajaknya berdebat tadi.

Acil warung yang menerima uang pembayaran kawan saya itu berkata, “Umai, alang-alangnya pang, jaka dibayariakan jua ampun sidin tuh. (Wah tanggung sekali, bayarkan saja sekalian punya beliau itu.)”

Kawan saya segera pula menjawab, “Sidin itu Cilai, pahala dari AlLah Ta’ala haja gin kada handak, apalagi baya duit ulun nang saribu-dua ribu ini ha! (Beliau itu Bu, pahala dari AlLah Ta’ala saja tidak mau, apalagi kalau hanya uang saya yang seribu dua ribu ini!)”

Kata-kata kawan saya seperti suntikan narkoba yang melumpuhkan syaraf-syaraf argumen orang itu. Sebab ketauhilah olehmu para jamaah online sekalian, seextrem-extremnya para penganut aliran ‘Batamat Sambahiyang’, mereka tetap mau bahkan tetap berharap menerima uang zakat atau daging kurban. 🤩

Seketika wajah orang itu merah padam karena kalah. 

Dan salah! 

Tombol logika orang itu telah terkunci mati yang remot kontrolnya sepenuhnya dalam kendali kawan saya. Kawan saya pulang dengan langkah tegap dan dada yang lapang. ‘Manang sapatuk!’

Ingat! Jangan sekali-kali mengajukan dalil primer saat berdiskusi dengan mereka. Tapi seranglah dengan argumen yang berdasar logika, kalau perlu dengan logika ngaWur sekalipun! 😅 

Ada lagi penjelasan lain dari saudara kita yang ‘Batamat Sambahiyang’ itu. Menurut mereka, bahwa hakekat sembahyang atau shalat adalah untuk mencegah kita dari perbuatan keji dan munkar. Sepakat! 

Jadi, menurut mereka, kalau misalnya shalat lima waktu yang dilakukan itu tiap waktunya selama sepuluh menit, dikalikan sebanyak lima kali shalat dalam sehari, berarti waktu yang diperlukan untuk semua shalat lima waktu setiap hari adalah selama lima pulu menit. 

Nah, jika hanya selama lima puluh menit itu saja kita tidak melakukan perbuatan keji dan munkar (saat ketika kita hanya berada di atas sajadah), berarti tujuan dari hakekat shalat yang sesungguhnya tidak tercapai. Seharusnya, selama 24 jam dalam sehari kita tidak melakukan perbuatan keji dan munkar sebagai buah dari aktivitas shalat yang kita lakukan.

Jika hal itu tidak terjadi, maka berhenti saja shalat, sudahi saja sembahyang yang seperti itu. Dari pemahaman seperi inilah kemudian muncul aliran ‘Batamat Sambahiyang.’ 

Sekilas pemahaman semacam ini benar, paling tidak ada benarnya. Namun dalam perkembangan ajaran mereka selanjutnya, justru benar-benar ada yang meninggalkan shalat sama sekali. 

Ini hanya sebagian dari sekian argumen, pemahaman dan keyakinan lainnya dalam ajaran itu sehingga mereka sampai pada kesimpulan ‘Batamat Sambahiyang.’

Ada lagi cerita dari kawan saya yang lain, dulu pernah ada para petugas dari sebuah lembaga pemerintah di daerah kami mendatangi seorang guru yang diduga mengajarkan paham ‘Batamat Sambahiyang.’ 

Sesampainya di rumah guru tersebut, belum lagi para petugas masuk, si guru menyambut mereka di depan pintu sambil membawa sepotong pelepah pohon salak yang penuh duri. Seketika si guru tersebut menggosok-gosokkan pergelangan tangannya yang tanpa pelindung ke pelepah salak yang berduri itu sambil berkata: 

“Ini nah nang AlLah Ta’ala ti! (Ini nih yang AlLah Ta’ala!)”

Seketika pula para pegawai Depag itu terbungkam. Tujuan semula untuk melalukan dialog dan meminta klarifikasi soal ajaran si guru, buyar. Bukan tidak bisa atau tidak mau berdebat, tapi orang yang mereka datangi lebih dulu menabuhkan genderang penyambutan yang tidak bersahabat bahkan mengisyaratkan bahaya. 

Dalam siatuasi seperti ini, barangkali hanya Pesulap Merah yang mampu menghadapinya! 🎯 

Suatu kali pula mereka menggunakan kalimat:  
“العَظِيْمِ العَلِيِّ بِاللهِ إِلَّا قُوَّةَ وَلَا حَوْلَ لَا”
Lā haula wa lā quwwata illā billāhil 'aliyyil azhīmi. 

“Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah yang maha tinggi lagi maha agung.”

Kalimat itu mereka artikan bahwa yang memiliki kuasa itu hanya AlLah, sedangkan kita sebagai hamba tiada daya dan upaya. Termasuk tiada dan upaya untuk melakukan shalat. 😵‍💫 

Dan dan dan banyak lagi cerita-cerita-cerita-cerita lainnya. 

Menyikapi fenomena ini, masyarakat di kampung kami punya jurus cukup cespleng bagi para pengikut ajaran ‘Batamat Sambahiyang’. Bukan dengan dalil dari sumber hukum primer juga, tapi dengan tidak pernah lagi mengundang mereka dalam acara selamatan, baaruhan, pembagian zakat serta kegiatan keagamaan lainnya yang di dalamnya ada hidangan makannya. 🤤

Masyarakat di kampung kami juga memberi ultimatum bahkan ancaman, bahwa jika di antara mereka ada yang meninggal dunia, maka seluruh masyarakat di kampung kami sepakat tidak akan memandikan, tidak akan menshalatkan, bahkan tidak akan menguburkan mayat mereka! Hapoekxs tea … 🤩

AlhamdulilLah, untimatum itu memberi efek yang cukup membekas. Sebagian di antara mereka sudah mau datang ke langgar untuk shalat. Sebagiannya lagi meski pun jarang ke langgar tapi tak lagi mendebat atau mengajak warga lainnya untuk ‘Batamat Sambahiyang’.

Secara pribadi, dengan sok tahu saya memberi analisis (ciyee …), bahwa mereka yang jadi pengikut ajaran ‘Batamat Sambahiyang’ itu didominasi dari kalangan yang masih awam dalam soal dasar-dasar ilmu agama sekalipun.

Keawaman itu di antaranya disebabkan oleh minimnya mereka mendapatkan pengajaran atau tidak pernah belajar agama yang memadai. Jangankan pernah mendapatkan pengajaran dan belajar agama, mengenyam pendidikan secara formal pun sangat rendah, bahkan dalam hal kemampuan tulis-baca pun sangat mengkhawatirkan. Saya berani mengatakan ini khususnya karena pernah menimpa beberapa dari keluarga kami sendiri di kampung. 

Di tengah dahsyatnya gempuran nilai-nilai profan, hedonis dan SEKULER seperti saat ini, orang-orang ini pada awalnya memang KULIR (malas) sembahyang. Ketika ada ajaran yang mengatakan bahwa sembahyang tidak wajib, bahwa sembahyang boleh ditinggalkan, maka tentu saja ajaran itu sangat cocok dengan selera mereka; ‘pas di liur kana di hati’. Lalu sepakatlah mereka untuk ‘Batamat Sambahiyang’. 

Ajaran inilah yang kemudian disebut sebagai aliran “SI KULIR”. 😆 

Aliman Syahrani
(Tukang las dan pengelola KFC ~ Kandangan Fitness Centre)

Kandangan, 8/8/2022
01:54 Wita
Sumber https://www.facebook.com/1640861700/posts/pfbid033qTkie7Xo49KKJ8Rt9nkTKgK6RmjGJYB8g77A3heZFcMptK8QMvk7sHkCZ2cgr72l/

0 Komentar:

Posting Komentar